Demam Berdarah pada Pasien Thalasemia Anak
(Ditulis oleh dr. Aisyah Mayang Wulan/ dr. Din Alfina, SpA/ dr. Florence Alexandra, SpA)
Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara dengan tingkat infeksi demam berdarah yang cukup tinggi. Infeksi demam berdarah bisa terjadi sepanjang tahun. Hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan negara tropis. Dalam 50 tahun terakhir, insiden penyakit ini meningkat sebanyak lima puluh kali lipat. World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara dengan risiko lebih tinggi pada anak dibandingkan dewasa. Hingga kini DBD masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia. Penyebaran virus demam berdarah disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Gejala-gejala klinis yang dapat ditemukan adalah adanya demam, perdarahan (karena terjadi trombositopenia), anak yang terinfeksi cenderung lemas karena terjadi kebocoran plasma di pembuluh darah sehingga terjadi proses hemokonsentrasi yang ditandai dengan peningkatan hematokrit. Klasifikasi Demam Berdarah sebagai berikut:
Gambar 1. Klasifikasi Demam Berdarah (WHO 2011)
Thalasemia sendiri merupakan kondisi dimana sel darah merah pada manusia terutama Hemoglobin yang di produksi mengalami gangguan. Thalassemia merupakan salah satu penyakit genetik terbanyak di dunia yang ditandai dengan tidak terbentuk atau berkurangnya salah satu rantai globin baik itu -α ataupun -β yang merupakan komponen penyusun utama molekul hemoglobin normal. Penyakit thalassemia ini adalah penyakit yang diturunkan berdasarkan hukum Mendel, maka jika dua pembawa sifat/thalassemia minor menikah, maka mereka berpeluang mempunyai 25% anak yang sehat, 50% anak sebagai pembawa sifat dan 25% anaknya sebagai thalassemia mayor. Peluang ini terjadi pada setiap konsepsi/kehamilan, karenanya bisa saja dalam 1 keluarga semua anaknya merupakan pengidap thalassemia mayor; atau mungkin tampak sehat karena tidak memberikan gejala sama sekali, tetapi belum tentu mereka sehat karena tetap mempunyai peluang sebagai thalassemia minor. Oleh karena itu, jika kedua orang tua diketahui sebagai pembawa sifat thalassemia harus sesegara mungkin memeriksakan diri dan anak keturunannya agar dapat segera diidentifikasi sedini mungkin.
Pasien talasemia yang menderita demam berdarah cenderung lebih sering terjadi pengurangan kadar hemoglobin dalam darah yang ditandai dengan anemia. Kemungkinan disebabkan oleh peningkatan pemecahan sel darah merah yang ditandai dengan terjadinya peningkatan SGOT dan SGPT pada sebagian pasien, juga terjadi hemolisis intravaskular dan hemoglobinuria pada beberapa pasien dengan alpha-thalassemia. Hemokonsentrasi merupakan indikator adanya kebocoran plasma pada pasien demam berdarah. Namun hemokonsentrasi pada pasien talasemia dengan DBD sulit ditegakkan.
Demam berdarah pada pasien talasemia merupakan tantangan bagi petugas medis dalam mendiagnosis dan memberikan terapi cairan. Tidak adanya hemokonsentrasi tidak menyingkirkan kemungkinan bahwa pada pasien tersebut mengalami kebocoran plasma. Semua pasien harus dimonitor adanya tanda-tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura dan asites. Rontgen thorax dan USG abdomen dapat membantu diagnosis. Pada pasien DBD tanpa thalassemia akan menunjukkan peningkatan hematokrit karena terjadi kebocoran plasma. Tetapi pasien DBD dengan thalassemia cenderung mempertahankan tingkat hematokrit yang rendah, sehingga hemokonsentrasi sulit dinilai.
Maka dari itu, kesimpulan dari artikel ini adalah pada pasien-pasien dengan infeksi virus dengue tanpa thalassemia akan terjadi peningkatan kadar hematokrit (perbandingan hemoglobin dengan kadar plasma), namun pada pasien talasemia yang terkena infeksi virus dengue hematokrit tetap menurun karena terjadi pemecahan sel darah merah. Ini harus menjadi perhatian bagi petugas medis agar tetap waspada apabila pasien dengan talasemia yang terjadi penurun hematokrit dengan gejala-gejala infeksi virus tidak menutup kemungkinan terkena infeksi virus dengue. Apabila sebagai petugas medis tidak aware terhadap kemungkinan yang terjadi maka infeksi dengue dapat jatuh dalam keadaan shock sehingga membutuhkan perawatan yang intensif di ruang ICU agar kebocoran plasma tidak berlanjut dan tetap termonitor dengan baik.
Sumber :
- World Health Organization. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. New Delhi: Regional office for South-East Asia;2011.
- Handbook for clinical management of dengue. WHO Library Cataloguing in Publication Data.2012:39.
- Pongtanakul, B., Narkbunnam, N., Veerakul , G., (2005). Dengue Hemorrhagic Fever in Patients with Thalassemia. J Med Assoc Thai 2005; 88(Suppl 8): S80-5.