SYOK HIPOVOLEMIK
Igun Winarno, Riza Dwi Utami, Radian Dipta Prasetya
(Fakultas Kedokteran Unsoed / RSUD Ajibarang)
PENDAHULUAN
Syok merupakan gangguan sirkulasi yang diartikan sebagai kondisi tidak adekuatnya transport oksigen ke jaringan atau perfusi yang diakibatkan oleh gangguan hemodinamik. Secara umum dapat dikelompokkan kepada empat komponen yaitu masalah penurunan volume plasma intravaskuler, masalah pompa jantung, masalah pada pembuluh darah baik arteri, vena, arteriol, venule atupun kapiler, serta sumbatan potensi aliran baik pada jantung sirkulasi pulmonal dan sitemik (Guyton, 2010).
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, dapat disebabkan oleh kehilangan volume massive yang disebabkan oleh: perdarahan gastro intestinal, internal dan eksternal hemoragi, atau kondisi yang menurunkan volume sirkulasi intravascular atau cairan tubuh lain, intestinal obstruction, peritonitis, acute pancreatitis, ascites, dehidrasi dari excessive perspiration, diare berat atau muntah, diabetes insipidus, diuresis, atau intakecairan yang tidak adekuat (Rusli, 2012).
Syok hipovolemik juga terjadi pada wanita dengan perdarahan karena kasus obstetri, angka kematian akibat syok hipovolemik mencapai 500.000 per tahun dan 99% kematian tersebut terjadi di Negara berkembang. Sebagian besar penderita syok hipovolemik akibat perdarahan meninggal setelah beberapa jam terjadinya perdarahan karena tidak mendapat penatalaksanaan yang tepat dan adekuat. Diare pada balita juga merupakan salah satu penyebab terjadinya syok hipovolemik. Menurut WHO, angka kematian akibat diare yang disertai syok hipovolemik pada balita di Brazil mencapai 800.000 jiwa. Sebagian besar penderita meninggal karena tidak mendapat penanganan pada waktu yang tepat (Diantoro, 2014).
Pada referat ini kami membahas mengenai syok hipovolemik yang menjelaskan mengenai definsi, epideminologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, diagnosis, pencegahan dan manajemen, serta prognosis syok hipovolemik.
Definisi
Syok hipovolemik merupakan syok yang disebabkan oleh kehilangan cairan intravascular yang umumnya berupa darah atau plasma. Kehilangan darah oleh luka yang terbuka merupakan salah satu penyebab yang umum, namun kehilangan darah yang tidak terlihat dapat ditemukan di abdominal, jaringan retroperitoneal, atau jaringan di sekitar retakan tulang. Sedangkan kehilangan plasma protein dapat diasosiasikan dengan penyakit seperti pankreasitis, peritonitis, dan luka bakar (Lamm & Coopersmith, 2012).
Epidemiologi
Menurut WHO cedera akibat kecelakaan setiap tahunnya menyebabkan
terjadinya 5 juta kematian di seluruh dunia. Angka kematian pada pasien trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lengkap mencapai 6%. Sedangkan angka kematian akibat trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang kurang memadai mencapai 36% (Kakunsi et al., 2015).
Etiologi
Kehilangan cairan yang cepat dapat menurunkan cardiac output sehingga terjadi gangguan sirkulasi. Beberapa sebab yang mungkin terjadi adalah diantaranya sebagai berikut (Wijaya, 2015).
- Perdarahan: Hematom subkapsular hati, aneurisma aorta pecah, perdarahan gastrointestinal, trauma
- Kehilangan plasma: luka bakar luas, pankreatitis, deskuamasi kulit, sindrom dumping
- Kehilangan cairan ekstraseluler: muntah (vomitus), dehidrasi, diare, terapi diuretic yang sangat agresif, diabetes insipidius, insufiensi adrenal.
Patofisologi
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa organ : (Wijaya, 2015).
Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean arterial pressure/MAP) jatuh hingga 60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu.
Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan
kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom tubuh yang mengatur perfusi serta substrak lain.
Kardiovaskuler
Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung
Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi
peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati di dalam usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung.
Ginjal
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin.
Manifestasi Klinis
Klasifikasi perdarahan berdasarkan persentase volume darah yang hilang (George, 2009).
Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)
- Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.
- Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan
- Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10%.
Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)
- Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan.
- Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik.
Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)
- Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, oligouria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau agitasi.
- Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik.
- Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.
Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)
- Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.
- Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.
Fase Syok Hipovolemi
Terjadinya syok hipovolemik terjadi dalam 3 fase yaitu (Pascoe & Lynch, 2007).
Fase Kompensasi
Pada fase ini metabolisme masih dapat dipertahankan. Mekanisme sirkulasi dapat dilindungi dengan meningkatkan aktivitas simpatik. Sistem sirkulasi ini mulai menempatkan organ-organ vital sebagai prioritas untuk mendapatkan perfusi yang baik. Tekanan darah sistolik normal, sedangkan diastolik meningkat karena mulai timbul tekanan perifer.
Fase Dekompensasi
Pada fase ini metabolisme anaerob sudah mulai terjadi dan semakin meningkat. Akibatnya sistem kompensasi yang terjadi sudah tidak lagi efektif untuk meningkatkan kerja jantung. Produksi asam laktat meningkat, produksi asam karbonat intraseluler juga meningkat sehingga terjadi asidosis metabolik. Membran sel terganggu, akhirnya terjadi kematian sel. Terjadi juga pelepasan mediator inflamasi seperti TNF. Akhirnya system vaskular mulai tidak dapat mempertahankan vasokonstriksi. Sehingga terjadi vasodilatasi yang menyebabkan tekanan darah turun dibawah nilai normal dan jarak sistol-diastol menyempit.
Fase Syok Irreversibel
Saat energi habis, kematian sel mulai meluas kemudian cadangan energi di hati juga lama-kelamaan habis. Kerusakan pun meluas hingga ke level organ. Pada fase ini, walaupun sirkulasi sudah diperbaiki, defisit energi yang terlambat diperbaiki sudah menyebabkan kerusakan organ yang ekstensif. Akhirnya terjadi gagal sirkulasi, nadi tidak teraba, dan gagal organ multiple.
Diagnosis
Pada umumnya, pasien yang menderita hypovolemic shock memiliki tekanan darah yang rendah (dibawah 100 mmHg) dan suhu tubuh yang rendah pada bagian-bagian tubuh perifer. Tachycardia (diatas 100 bpm), brachycardia (dibawah 60 bpm), dan tachypnea juga umumnya terjadi pada pasien-pasien yang menderita hypovolemic shock. Kandungan haemoglobin yang relatif kurang (6g/l) pada darah juga dapat menjadi pertanda adanya perdarahan dan dapat membantu dalam mendeteksi hypovolemic shock. Pasien juga umumnya memiliki gangguan kesadaran dan mengalami kebingungan/kemarahan yang diakibatkan oleh gangguan pada sistem saraf akibat kurangnya darah (Jung Wang et al., 2017).
Pasien yang menderita hypovolemic shock dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan persentase volume darah yang hilang dari seluruh tubuh pasien, dan gejala yang dialami oleh tiap kategori pasien disajikan dalam tabel berikut:
Persentase darah yang hilang dari seluruh volume darah pasien |
Gejala yang dimiliki pasien |
<15%
|
· Respons tachycardia minim · Perubahan TD umumnya tidak signifikan |
15-40% |
· Tachycardia · Hypotensi · Periferal Hypofusion · Kesadaran pasien terganggu |
>40% |
· Kemampuan tubuh menkompensasi · kehilangan darah sudah pada · batasnya (Haemodynamic · compensation pada ambang batas) · Kesadaran pasien terganggu · Tachycardia |
Pemeriksaan Penunjang
Syok hipovolemik membutuhkan penatalaksanaan yang cepat. Pemeriksaan penunjang juga penting untuk mendiagnosis kausa yang menyebabkan syok. Persiapan pemeriksaan penunjang dilaksanakan bersamaan dengan penatalaksanaan. Pemeriksaan laboratorium yang lazim dilakukan adalah:
- Pemeriksaan darah lengkap: penting untuk menilai kausa dari kejang
hipovolemik, seperti pada misalnya kasus DHF, trombositopenia dapat
Selain itu HB, HT juga bisa menjadi indikator hipovolemia. - Urine Lengkap: Penting untuk menilai fungsi ginjal, apakah sudah ada
kerusakan organ atau belum. Mencakup pemeriksaan makroskopis dan - Analisis Gas Darah: Penting untuk menilai kondisi asidosis pada pasien, sekaligus menilai PaO2, PaCO2 , dan HCO
- Pemeriksaan elektrolit: penting untuk menilai kadar elektrolit dan segera melakukan koreksi apabila diperlukan.
- Pemeriksaan Fungsi Ginjal: Penting untuk menilai apakah terjadi kerusakan faal ginjal. Dapat bermakna ketika ureum dan kreatinin meningkat masif.
- Pemeriksaan lain untuk menentukan kausa primer.
Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam mengatasi terjadinya syok hipovolemik adalah (1) memulihkan volume intravascular sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat. (2) meredistribusi volume cairan, dan (3) memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat mungkin.
Apabila pasien mengalami hemoragi (perdarahan), upaya dilakukan untuk menghentikan perdarahan yaitu pemasangan tekanan (ditekan /diikat) pada tempat perdarahan atau mungkin diperlukan pembedahan untuk menghentikan perdarahan internal. Periksa ABC, pastikan semua jalan nafas bebas dari sumbatan, siapkan suction bila perlu, berikan oksigen 32% dengan kanul. Pemasangan dua jalur intra vena dipasang untuk membuat akses intra vena guna pemberian cairan, Berikan segera loading cairan kristaloid atau koloid 20 cc/kgBB dalam 30 menit. Dapat diulang 2-3 kali. Sekaligus ambil sampel darah untuk melakukan pemeriksaan yang diperlukan. Jika cairan sudah diberikan namun belum ada respon yang signifikan, maka pertimbangkan pemeriksaan analisis gas darah untuk menilai asidosis dan koreksi bila perlu (Dewi & Rahayu, 2010).
Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus yaitu, nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia. Tekanan darah bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfuse cairan. Produksi urin, pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 0,5 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 0.5 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2-5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8-12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan (Dewi & Rahayu, 2010)
Prognosis
Pada umumnya, syok hipovolemi dapat menyebabkan kematian meskipun sudah diberikan penanganan medis. Faktor usia juga merupakan faktor yang mempengaruhi syok hipovolemi, biasanya orang-orang yang sudah lanjut usia jika mengalami syok hipovolemi akan sulit ditangani dan disembuhkan. Hypovolumic shock dapat disembuhkan jika segera diberikan penanganan atau tindakan meskipun tidak menutup kemungkinan dapat menyebabkan kematian terhadap orang tersebut (Jung et al., 2017).
KESIMPULAN
Syok hipovolemik merupakan kegagalan perfusi jaringan yang disebabkan oleh kehilangan cairan intravaskuler. Proses kegagalan perfusi akibat kehilangan volume intravaskuler terjadi melalui penurunan aliran darah balik ke jantung (venous return) yang menyebabkan volume sekuncup dan curah jantung berkurang. Penurunan hebat curah jantung menyebabkan hantaran oksigen dan perfusi aringan tidak optimal yang dalam kedaan berat menyebabkan syok.
Gejala klinis syok hipovolemik baru jelas terlihat bila kekurangan volume sirkulasi lebih dari 15% karena pada tahap awal perdarahan kurang mekanisme kompensasi sistem kardiovaskuler dan saraf otonom masih dapat menjaga fungsi sirkulasi dalam kedaan normal. Gejala dan tanda klinis juga tidak muncul pada waktu bersamaan, seperti perubahan tekanan darah sitolik terjadi lebih lambat dari adanya perubahan tekanan nadi, frekuensi jantung dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, pemeriksaan dan penatalaksanaan yang cermat harus dilakukan untuk penatalaksanaan yang tepat, serta penanggulangan segera kasus-kasus yang beresiko. (ed.goens.GN)