CLOSE FRAKTUR 1/3 MEDIAL FEMUR DEXTRA

CLOSE FRAKTUR 1/3 MEDIAL FEMUR DEXTRA

Oleh: dr. Afrizal Ardiyanto & dr. Hidayat KW, Sp.OT

Femur merupakan tulang paling panjang dan keras pada tubuh. Femur bersendi dengan acetabulum membentuk articulation coxae pada bagian atas dan membentuk articulation genu dengan bersendi dengan os tibia dan os patella. Panjang os femur sekitar seperempat tinggi badan seseorang. Ujung superior femur terdiri dari caput, collum, trochanter major dan minor. Femur proximal berbentuk “bengkok” sehingga axis panjang caput dan collum berproyeksi ke anteromedial terhadap corpus yang berorientasi oblik.

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur bisa saja terjadi tidak lebih dari retak, teremas atau pecahnya korteks, lebih sering patahan komplit. Hasilnya adalah fragmen tulang dapat menjadi displaced atau undisplaced. Jika kulit diatasnya masih intak maka disebut fraktur tertutup, jika kulit atau tulang menerobos salah satu cavitas tubuh, maka disebut fraktur terbuka, berpotensi untuk terkontaminasi dan infeksi

Semua kasus fraktur femur memerlukan tindakan operasi untuk mengembalikan dan menyatukan fragmen tulang yang terputus. Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka akan menyebabkan kecacatan dan gangguan dalam berjalan.

Anatomi

Femur merupakan tulang paling panjang dan keras pada tubuh. Femur bersendi dengan acetabulum membentuk articulation coxae pada bagian atas dan membentuk articulation genu dengan bersendi dengan os tibia dan os patella. Panjang os femur sekitar seperempat tinggi badan seseorang. Ujung superior femur terdiri dari caput, collum, trochanter major dan minor. Femur proximal berbentuk “bengkok” sehingga axis panjang caput dan collum berproyeksi ke anteromedial terhadap corpus yang berorientasi oblik. Sudut inklinasi saat lahir paling besar (hampir lurus) dan berkurang secara bertahap hingga sudut dewasa tercapai. 1-3

Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur bisa saja terjadi tidak lebih dari retak, teremas atau pecahnya korteks, lebih sering patahan komplit.

Klasifikasi

Penyebab fraktur adalah trauma, yang dibagi atas trauma langsung, trauma tidak langsung, dan trauma ringan. Trauma langsung yaitu benturan pada tulang, biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhater mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan). Trauma tak langsung yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi. Trauma ringan yaitu keadaan yang dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh atau underlying deases atau fraktur patologis.2,3,7

Mekanisme Cedera

Trauma energi tinggi adalah mekanisme injury tersering dengan fraktur diafisis lebih sering pada dewasa muda. Pola fraktur berkaitan dengan tipe trauma yang menyebabkan patahan. Fraktur spiral biasanya terjadi karena jatuh dengan kaki terkena terlebih dulu sementara kekuatan putaran ditransmisikan ke femur. Fraktur transversal dan oblik biasanya karena angulasi atau kekuatan langsung dan biasa terjadi pada kecelakaan lalu lintas. Kekerasan yang parah (biasanya kombinasi kekuatan langsung dan tidak langsung) dapat terjadi fraktur kominutif atau segmental.3

Manifestasi Klinis

Terdapat bengkak dan deformitas pada kaki, dan pergerakan kaki terasa nyeri. Fraktur tibia ipsilateral menyebabkan ‘floating knee’, fraktur femur harus diterapi terlebih dahulu untuk membantu stabilisasi kehilangan darah dan membuat perawatan pasien lebih mudah.

Penegakan Diagnosis

  1. Anamnesis: Anamnesis harus dikaitkan dengan kejadian cedera yang diikuti kedulitan gerak ekstremitas, tapi perlu diketahui tidak selalu fraktur terjadi pada bagian cedera seperti pukulan pada lutut dapat menyebabkan fraktur patella, shaft femur, atau acetabulum tergantung mekanisme arah pukulannya.
  2. Pemeriksaan fisik (1) Look: Bengkak, lebam, dan deformitas (angulasi, rotasi, dan translasi), mungkin sangat jelas, tapi poin pentingnya adalah masih intaknya kulit, jika kulit terbuka dan luka berhubungan dengan fraktur, maka cedera ‘terbuka’. Perlu diperhatikan bentuk distal dari ekstremitas dan warna kulitnya. (2) Feel: Pada bagian yang sakit dipalpasi secara lembut dapat ditemukan nyeri lokal, krepitasi, dan temperature setempat yang meningkat. Lakukan pemeriksaan vaskuler distal dari lokasi ekstremitas yang sakit. (3) Move: Lakukan pemeriksaan pergerakan dengan mengajak pasien untuk menggerakkan secara aktifdan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma.
  3. Pemeriksaan penunjang: Foto polos adekuat dengan proyeksi anteroposterior dan lateral seluruh femur harus didapatkan. Sendi pinggul dan lutut harus terfoto juga. Pola fraktur harus diperhatikan,karena akan berbeda tatalaksananya.

Tatalaksana

Terapi fraktur memerluka prinsip “empat R”, yaitu : rekognisi, reduksi atau reposisi, retaining atau imobilisasi, dan rehabilitasi 2-7

  1. Rekognisi atau pengenalan adalah melakukan diagnose yang benar sehingga dapat membantu penangan fraktur karena perencanaan terapi dapat dilakukan lebih maksimal.
  2. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-fragmen tulang semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau keadaan letak normal.
  3. Retainingatau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan fragmen dalam posisi reduksi selama proses penyembuhan.
  4. Rehabilitasi adalah latihan untuk mengembalikan fungsi dari tulang yang fraktur dengan tujuannya mencegah edema, kekakuan sendi, menembalikan fungsi otot dan pasien dapat kembali menjalani aktivitas normal.

Komplikasi

Komplikasi cepat

  1. Syok: Meski dengan fraktur tertutup, 1-2 liter darah bisa hilang dan jika luka bilateral, syok dapat memberat.
  2. Emboli lemak dan ARDS. Fraktur melalui rongga sumsum tulang hampir pasti memnyebabkan emboli lemak kecil masuk ke paru-paru.
  3. Tromboembolisme, Traksi berlebih pada kasur menjadi predisposisi thrombosis.
  4. Infeksi,Pada luka terbuka, dan fiksasi interla, selalu terdapat resiko infeksi.

Komplikasi lama

  1. Delayed union dan malunion: Waktu untuk menyatakan union tertunda atau mal-union dapat bervariasi dengan tipe injury dan metode terapi. Jika terjadi kegagalan perkembangan dalam 6 bulan,
  2. Malunion: Fraktur diterapi dengan traksi dan alat penguat sering menimbulkan deformitas, bila angulasi tidak lebih dari 15o dapat diterima.
  3. Kekakuan sendi, Lutut sering terkena efek setelah fraktur shaft femur. Sendi dapat terluka pada saat yang sama, atau kaku karena adesi jaringan lunak saat terapi, maka penting dilakukan mobilisasi dan fisioterapi lebih awal.
  4. Fraktur ulang dan kegagalan implan, Fraktur yang sembuh dengan kalus yang berlimpah tidak mungkin terjadi lagi.

Prognosis

  1. Quo ad vitam, Quo ad vitam adalah mengenai hidup matinya penderita, quo ad vitam dinyatakan baik apabila keadaan yang ditimbulkan fraktur atau tindakan operasi tidak mengancam jiwa penderita.
  2. Quo ad sanam, Quo ad sanam adalah mengenai kesembuhan penderita, quo ad sanam dinyatakan baik apabila proses penyembuhan fraktur tidak terjadi komplikasi.
  3. Quo ad fungsionam, Quo ad fungsionam adalah menyangkut fungsional penderita, quo ad fungsionam dinyatakan baik apabila tidak mengganggu fungsional penderita.

 

Referensi

  1. Blom, A., Warwick, D., & Whitehouse, M. (2017). Apley & Solomon’s System of Orthopaedics and Trauma (10th ed.). Danvers: Taylor & Francis Group.
  2. Chaffee EE, Greisheimer EM. BasicPhysiology and Anatomy (3rd ed).Philadelphia: J. B. Lippincott
  3. Commissioning Guide: Painful of the Knee. Association, British Orthopaedic. London : s.n., 2013.
  4. Djamil, M., Sagaran, V. C., Manjas, M., & Rasyid, R. (2017). Distribusi Fraktur Femur Yang Dirawat Di Rumah Sakit Dr. M. Djamil, Pdang (2010-2012). Jurnal Kesehatan Andalas, 6(3), 586–589.
  5. Kandou, P. R. D., Wattie, E. A. W., Monoarfa, A., & Limpeleh, H. P. (2016). Profil Fraktur Diafisis Femur Periode Januari 2013 – Desember 2014. Jurnal E-Clinic, 4(April), 156–163.
  6. Moore, K. L., Dalley, A. F., & Agur., A. M. R. (2014). Clinically Oriented Anatomy (7th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
  7. Sjamsuhidajat, R., & W., D. J. (2017). Buku Ajar Ilmu Bedah (3rd ed.). Jakarta: EGC.
  8. Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC.Principles of Surgery (6th ed). USA:Mc Graw-Hill, 1994.
  9. Townsend, C. M. (2012). Sabiston Textbook of Surgery (8th ed.). Philadelphia: Elsevier Inc.
Edited&Uploaded by CGE

Related Posts

Komentar