Ketoasidosis Diabetik Pada Anak
Oleh: dr. Zella Novi Rahmaningrum dan dr. Din Alfina, Sp. A
Insidens Diabetes Mellitus (DM) Tipe-1 pada anak di dunia dan Indonesia terus meningkat. Sekitar 171 juta orang di dunia mengidap diabetes pada tahun 2000, dan diproyeksikan akan meningkat ke angka 366 juta pengidap diabetes di tahun 2030. Dari jumlah tersebut, penderita diabetes mellitus tipe 1 adalah sekitar 5-10 %, atau sekitar 11-22 juta penderita di dunia. Sekitar 440.000 anak-anak di bawah usia 14 tahun sudah mengidap diabetes mellitus tipe 1 di tahun 2006. Insidensi diabetes mellitus tipe 1 meningkat tiap tahunnya sebesar 3%-5% secara global. Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), tercatat 1220 dengan DM tipe-1 pada tahun 2018. Insiden DM tipe-1 pada anak dan remaja meningkat sekitar tujuh kali lipat dari 3,88 menjadi 28,19 per 100 juta penduduk pada tahun 2000 dan 2010. Pada tahun 2017, 71% anak dengan DM tipe-1 pertama kali terdiagnosis dengan Ketoasidosis Diabetikum (KAD), meningkat dari tahun 2016 dan 2015, yaitu 63%.
Diabetes Mellitus (DM) tipe-1 merupakan salah satu penyakit kronis yang sampai saat ini belum dapat disembuhkan. Walaupun demikian jika mendapat tatalaksana yang adekuat dan dengan kemajuan teknologi kedokteran, kualitas hidup penderita DM tipe-1 tetap dapat sepadan dengan anak-anak normal lainnya.
DM tipe-1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan sel β pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti. Akibatnya terjadi gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dikarenakan oleh sekresi insulin yang rendah.
Diabetes melitus tipe 1 yang tidak ditatalaksana dengan baik akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering pada DM tipe 1 adalah ketoasidosis diabetikum (KAD). Ketoasidosis diabetikum pada anak sering ditemukan pada penderita DM tipe 1 yang tidak patuh jadwal suntikan insulin atau pemberian insulin yang dihentikan maupun kasus baru DM tipe 1. Selain hal tersebut, sering terjadi kesalahan dan keterlambatan diagnosis DM tipe-1. Akibat keterlambatan diagnosis, penderita DM tipe-1 akan memasuki fase ketoasidosis yang dapat berakibat fatal bagi penderita. Keterlambatan ini dapat juga terjadi karena penderita disangka menderita bronkopneumonia dengan asidosis atau syok berat akibat gastroenteritis.
Perjalanan alamiah penyakit DM tipe-1 ditandai dengan adanya periode remisi (parsial/total) yang dikenal sebagai honeymoon periode. Periode ini terjadi akibat berfungsinya kembali jaringan residual pankreas sehingga pankreas mensekresikan kembali sisa insulin. Periode ini akan berakhir apabila pankreas sudah menghabiskan seluruh sisa insulin. Periode ini dimulai dalam beberapa hari atau minggu saat mulai terapi insulin dan berakhir selama beberapa minggu sampai tahun. Selama periode ini, kadar glukosa darah stabil dalam kisaran normal, meskipun pengaturan makanan dan olahraganya sangat berfluktuasi.
Di negara berkembang yang masih diwarnai oleh pengobatan tradisional, periode ini perlu dijelaskan kepada penderita sehingga anggapan bahwa penderita telah “sembuh” dapat dihindari. Ingat, bahwa pada saat cadangan insulin sudah habis, penderita akan membutuhkan kembali insulin dan apabila tidak segera mendapat insulin, penderita akan jatuh kembali ke keadaan ketoasidosis dengan segala konsekuensinya.
Gejala klinis pada anak dengan DM tipe 1 yang dicurigai mengalami ketoasidosis adalah:
- Gejala klasik DM berupa poliuria, polidipsi, serta penurunan berat badan.
- Dehidrasi, dengan derajat yang bervariasi. Dapat ditemukan takikardi, hipotensi, turgor kulit menurun dan syok.
- Mual, muntah, nyeri perut, takikardi, hipotensi, turgor kulit menurun, dan syok.
- Perubahan kesadaran dengan derajat yang bervariasi, mulai dari bingung sampai koma.
- Pola napas Kussmaul.
Diagnosis ketoasidosis diabetik ditegakkan jika terdapat:
- Hiperglikemia yaitu kadar glukosa darah >200 mg/dL (>11 mmol/L)
- Asidosis yaitu pH <7,3 dan/atau HCO3- <15 mEq/L, dan
- Ketonemia dan ketonuria.
Keberhasilan tatalaksana KAD tergantung pada koreksi dehidrasi, asidosis, gangguan keseimbangan elektrolit dan hiperglikemia. Prinsip tatalaksana KAD meliputi terapi cairan untuk mengkoreksi dehidrasi dan menstabilkan fungsi sirkulasi, pemberian insulin untuk menghentikan produksi badan keton yang berlebihan, mengatasi gangguan keseimbangan elektrolit, mengatasi faktor presipitasi atau penyakit yang mendasari KAD serta monitor komplikasi terapi.
Dukungan keluarga sangat berperan dalam pengelolaan diabetes mellitus. Untuk mencegah halhal yang tidak diinginkan terjadi ketika pasien berada di luar rumah orang tua mengkomunikasikan kepada guru di sekolah, teman-teman pasien, tetangga serta saudara bahwa putra atau putrinya menderita menyakit DM tipe 1 seingga tidak bisa mengkonsumsi atau melakukakan sesuatu yang tubuh pasien tidak toleransi, harus membawa obat injeksi dan melakukan injeksi pada jam yang sudah ditentukan. Hal-hal yang dapat dilakukan orang tua dalam mendukung terapi insulin pada anak berjalan lancar adalah membuat jadwal dan menjelaskan pentingnya injeksi insulin teratur bagi anak, mengajari cara injeksi pada anak, menyiapkan insulin di tempat yang anak ketahui, serta mendampingi anak ketika melakukan suntik insulin. Orang tua khususnya ibu dituntut untuk mampu mengimplementasikan program diet dari dokter untuk anak dengan cara misalnya membuat makanan sehat yang menarik nafsu makan anak sehingga tidak membeli makanan di luar rumah dan minat makan di rumah tinggi karena jenis makanan juga diatur dalam diet DM.
Referensi :
- Brook, C. G., & Court, J. (1995). The Management of Diabetes Mellitus. Dalam C. J, Brook's Clinical paediatric Endocrinology (hal. 655). Oxford: Blackwell Science.
- Nusantara, A. F., Sunanto, & Kusyairi, A. (2019). Support System Keluarga dalam Pencegahan Ketoasidosis Diabetik pada Anak dengan DM Tipe 1. JI-KES: Jurnal Ilmu Kesehatan, 1-6.
- Ogle, G., Middlehurst, A., Silink, M., Hanas , R., Donaghue , K. C., Klingensmith , G., . . . Cameron , F. J. (2017). Pocketbook for management of diabetes in childhood and adolescence in under-resourced countries. Brussel: International Diabetes Federation.
- Pulungan, A. B., Annisa, D., & Imada, S. (2019). Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak : Situasi di Indonesia dan Tatalaksana. Sari Pediatri, 392-400.
- Rewers, A., Klingensmith, G., Davis, C., Petitti, D. B., Pihoker, C., Rodriguez, B., . . . Dabelea, D. (2008). Presence of Diabetic Ketoacidosis at Diagnosis of Diabetes Mellitus in Youth: The Search for Diabetes in Youth Study. Pediatrics, 121 (5) e1258-e1266.
- Riduan, R. J., & Mustofa, S. (2017). Penatalaksanaan KAD dan DM tipe 1 pada Anak Usia 15 Tahun. J Medula Unila, 115.
- Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI. (2015, Januari). Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1. World Diabetes Foundation 2015 (hal. 1-61). Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
- Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi, IDAI. (2017). Panduan Praktik Klinis Ikatan Dokter Anak Indonesia : Ketoasidosis Diabetik dan Edema Serebri pada Diabetes Melitus Tipe-1. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.