Waspadai Sifilis Kongenital pada Bayi Baru Lahir

Waspadai Sifilis Kongenital pada Bayi Baru Lahir

Oleh: dr. Desty Ari Sandi & dr. Florence Alexandra, Sp.A

Sifilis merupakan salah satu penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang dapat menimbulkan kondisi cukup parah meliputi infeksi otak hingga kecacatan. Pada ibu hamil yang terinfeksi sifilis, bila tidak diobati secara adekuat akan menyebabkan 67% kehamilan berakhir dengan abortus, IUFD atau sifilis kongenital. Meskipun telah tersedia teknologi yang relatif sederhana dan terapi efektif dengan biaya yang sangat terjangkau, sifilis saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang meluas di berbagai negara di dunia.

Insidensi terjadinya sifilis kongenital mengalami peningkatan sebanyak 28% dari tahun 2013-2014 yaitu (11,6 kasus dari 100.000 bayi lahir hidup). Sebanyak 22% bayi didiagnosis sifilis kongenital lahir dari ibu yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan. Sedangkan sebagian besar kasus lainnya terjadi pada ibu yang melakukan pemeriksaan kehamilan tetapi melahirkan anak dengan sifilis kongenital disebabkan karena ibu mengalami sifilis selama kehamilan tetapi tidak melakukan pemeriksaan sifilis selama kehamilan atau tidak melakukan pengobatan sifilis dengan tepat.

Sifilis kongenital merupakan penyakit sifilis yang diderita bayi sejak lahir, yang ditularkan dari ibu penderita sifilis ke janin selama dalam kandungan maupun saat persalinan pervaginam.

Terdapat beberapa faktor risiko lain yang berhubungan dengan sifilis maternal adalah: usia muda, sosial ekonomi rendah, pernah menderita penyakit menular seksual, perilaku seksual tinggi, pemakai obat-obatan narkotika. Transmisi transplasental lebih sering terjadi pada ibu hamil yang menderita sifilis primer atau sekunder dibandingkan dengan yang menderita sifilis laten.

Sifilis kongenital dapat dibagi menjadi stadium sifilis kongenital dini, sifilis kongenital lanjut dan stigmata. Sifilis kongenital dini akan timbul pada anak dibawah usia 2 tahun dengan gejala pertumbuhan intrauterine yang terlambat, sebanyak 70% tidak menimbulkan gejala, pada usia <1 bulan dapat ditemukan kelainan kulit berbentuk vesikel atau bula. Selain itu juga terdapat beberapa kasus yang menunjukan adanya kelainan pada tulang dan darah.

Gambar Sifilis Kongenitas Pada Bayi Baru Lahir

Pada kasus sifilis kongenital lanjut lebih dari 50% penderita tidak mengalami gejala klinis. Sifilis kongenital lanjut dibagi menjadi 2 tipe: Inflamasi sifilis kongenital lanjut dan stigmata sifilis kongenital. Gejala khas selainan kelainan pada kulit, tulang dan darah yaitu adanya  trias Hutchinson yang meliputi perubahan pada gigi, opasitas kornea serta ketulian yang biasanya terjadi mendekati usia pubertas.

Sifilis dapat ditularkan oleh ibu pada waktu persalinan, namun sebagian besar kasus sifilis kongenital akibat penularan intra uteri. Risiko sifilis kongenital berhubungan langsung dengan stadium sifilis yang diderita ibu semasa kehamilan, Lesi sifilis kongenital biasanya timbul setelah 4 bulan in uteri pada saat janin sudah dalam keadaan imunokompeten. Penularan inuteri terjadi transplasental sehingga dapat dijumpai Treponema pallidum pada plsenta, tali pusat, serta cairan amnion.

Gambaran Trias Hutchinson

Treponema pallidum melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan menyebar ke seluruh jaringan. Kemudian berkembang biak dan menyebabkan respons peradangan selular yang akan merusak janin. Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal sehingga terjadi abortus atau lahir mati atau terjadi gangguan pertumbuhan pada berbagai tingkat kehidupan intrauterine maupun ekstrauterine
Diagnosis pasti pada sifilis kongenital dapat ditegakkan dengan identifikasi T.pallidum melalui pemeriksaan VDRL dan TPHA, Identifikasi T.Pallidum dengan mikroskop medan gelap atau imunofluoresensi dapat dilakukan apabila dijumpai secret hidung, mucous patches, lesi vesikobulosa, atau kondiloma lata.

Pengobatan sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu hamil dan pengobatan pada bayi. Pemberian obat golongan penisilin seperti Inj prokain benzyl penicillin 50.000 IU/kgBb IM sampai dengan 10 hari, atau Inj Benzatin penicillin 50.000 IU/kgbb IM dosis tunggal masih tetap merupakan obat pilihan untuk pengobatan sifilis, baik sifilis didapat maupun sifilis kongenital.

Prognosis sifilis kongenital bergantung pada munculnya gejala, kerusakan yang terjadi, dan penatalaksanaan. Semakin dini gejala yang muncul semakin banyak jaringan yang rusak dan penatalaksanaan yang kurang tepat maka akan semakin buruk prognosisnya. Sifilis kongenital dapat sembuh sempurna bila mendapat terapi adekuat.

Berdasarkan penjelasan diatas maka perlu diberikan edukasi yang cukup kepada ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan ANC secara rutin agar dapat mengetahui risiko IUGR pada janin dan apabila ibu hamil memiliki faktor risiko atau gejala sifilis sebaiknya memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan sehingga dapat diberikan pengobatan yang adekuat untuk meminimalisir terjadinya peningkatan kasus sifilis kongenital.

Pada kasus sifilis kongenital sebaiknya dianjurkan agar ibu pasien dapat membawa pasien untuk kontrol rutin sehingga dapat dilakukan pemantauan gejala klinis maupun kemungkinan adanya komplikasi serta dapat melakukan evaluasi terhadap respon terapi yang telah diberikan kepada pasien selama perawatan di Rumah sakit. (edited by CGE)

Referensi

  1. Centers For Disease Control And Prevention (CDC). Congenital syphilis United States. .MMWR Morb Mortal Wkly 2015;59:413
  2. Centers for Disease Control and Prevention.STD Surveilence case definition. http://www.cdc.gov/std/stats/CaseDefinitions-2015.pdf (diakses pada 21 Maret 2020).
  3. Djuanda A.Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke enam. Jakarta: FKUI. 2010.
  4. Dobson SR, Sanchez PJ. Syphilis. In:Feigin and Cherry’s Textbook of Pediatric Infectious Disease, 8th ed, Cherry JD, Harrison GJ, Kaplan SL, et al (Eds), Elsevier Saunders, Philadelphia 2019:1268.
  5. Grange PA, Gressier L, Dion PL, Farhi D, Benhaddou N, Gerhardt P, et al. Evaluation of a PCR test for detection of Treponema pallidum in swabs and blood, J Clin Microbiol. 2012;50(3):546-52
  6. Green RJ, Kolberg JM. Neonatal pneumonia in sub saharan Africa. Pneumonia. 2016; 12(8):p3.
  7. Khana, N. Illustrated Synopsis Of dermatology and sexually transmitted disease. 3th ed. Canada: Saunders Elsevier. 2009.
  8. Shah S, Zemichael O, Meng HD. Factors associated with mortality and length of stay in hospitalized neonates in Eritrea, Africa: a cross sectional study. BMJ Open. 2012; 2:p.e000792.
  9. Soetikno DR. Pneumonia neonates. In Aditama R. Kegawatdaruratan pada pediatric. Radiologi emergency. BANDUNG.2011:P. 260-2.
  10. Stoll BJ, Shane AL. Infections of the Neonatal Infant, In Kliegman RM, Stanton BF, Geme JW, Schor NF, Behrman RE, editors Nelson Textbookpf Pediatrics, 20th ed. Phyladelphia:Elsevier. 2016:p 195-203
  11. The World Health Organization. Elimination of Mother -to-child transmission (EMCTC) of HIV and Syphilis: Global guiedence on criteria and processes for validation.http://www.who.int/reproductivehealth/publications/rtis/9789241505888/en.2012. (Diakses pada 30 maret 2020).

Related Posts

Komentar