Mengenal Apa Itu Tuberkulosis
(Ditulis oleh dr. Jelita Numa Nadiya/ dr. Inge Cahya Ramadhani, SpP)
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan global dengan perkiraan 1,4 juta kematian dan 8,7 juta kasus baru setiap tahunnya pada tahun 2011. Menurut konsensus TB, jumlah terbesar kasus TB berada di Asia tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia dengan terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Kemudian jumlah kematian akibat TB terbesar juga terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 atau sebesar 39 orang per 100.000 penduduk.
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (M.Tb) (Wande,2016). Tuberkulosis paru merupakan suatu penyakit infeksi kronis yang menyerang paru. TB paru sering bermanifestasi ke organ-organ lain (disebut TB ekstrapulmonar), salah satunya adalah tulang. TB tulang berhubungan dengan reaktivasi fokal secara hematogen atau penyebaran kuman dari limfanodi paravertebral. Tulang yang sering terkena penyebaran dari kuman TB adalah tulang penyangga yaitu tulang belakang/spondylitis TB (40%), pinggul (13%), dan lutut (10%). (BMGD et al, 2012)
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri yang berbentuk batang, tidak berspora, dan tidak berkapsul. M. tuberculosis memiliki dinding sel yang kompleks terdiri dari asam mikolat, trehalosa dimikolat, dan sulfolipid sehingga membuat sifat basil tahan asam yaitu apabila sekali diwarnai bakteri tersebut akan tahan terhadap upaya penghilangan zat warna. Sumber penularannya ialah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Pada saat batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet. (Prasad et al, 2012).
Gejala klinis pada TB dapat terbagi menjadi gejala respiratorik dan gejala sistemik. Gejala respiratorik yang ditemukan dapat berupa batuk lama (> 2 minggu), disertai dahak atau batuk kering, sesak nafas yang semakin lama semakin memberat. Sedangkan gejala sistemik yang ditemukan antara lain demam, penurunan berat badan, keringat malam, dan nafsu makan turun. Pada spondylitis TB biasanya didapatkan gejala munculnya benjolan/massa di bagian tulang belakang yang tidak nyeri, tidak semakin membesar, namun sering menyebabkan terjadinya kesemutan pada kedua kaki atau gangguan saraf lainya.
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis TB yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan sputum untuk cek bakteriologis dan pemeriksaan TCM (Tes Cepat Molekuler). Selain itu, pemeriksaan rontgen thoraks juga dilakukan untuk mengetahui seberapa luas lesi yang terjadi. Pada spondylitis TB pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain foto polos, CT-Scan, dan MRI. Pemeriksaan MRI direkomendasikan karena dapat menentukan terapi lanjutan, apakah perlu dilakukan tindakan operatif atau cukup dengan konservatif. Berikut adalah diagram alur pemeriksaan TB (Kemenkes RI, 2017).
Gambar 1. Alur Pemeriksaan TB (Kemenkes RI, 2017)
Terdapat dua kategori penatalaksanaan TB yaitu (1) kategori 1 yang diberikan untuk kasus baru dan TB ekstraparu, terdiri dari (2HRZE/ 4H3R3), sedangkan (2) kategori 2 diberikan untuk kasus kambuh, kasus gagal terapi, dan kasus putus obat, terdiri dari (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3). Berikut untuk dosis masing-masing obat:
Tabel 1. Jenis obat anti tuberkulosis (OAT)
Secara keseluruhan, jika kasus TB dapat terdeteksi dengan cepat dan dilakukan pemberian terapi adekuat, prognosisnya cukup baik. Tetapi, jika pengobatannya tidak adekuat atau dari penderita sendiri tidak konsisten dalam mengonsumsi obat-obatan, infeksi TB akan terus berlanjut dan dapat menimbulkan komplikasi yang lebih berat. (ed. mrd)
Referensi:
- Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Edisi 2. Jakarta : Kemenkes RI.
- Kementerian Kesehatan RI. 2017. Petunjuk Teknis Pemeriksaan TB menggunakan Tes Cepat Molekuler. Jakarta :Kemenkes RI
Gambar cover diambil dari sini.