Kenali Malaria Sebelum Terlambat
(Ditulis oleh dr. Nanda E.S. Sejati / dr.Nani Widorini, SpPD)
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium sp yang ditularkan melalui vektor nyamuk Anopheles sp betina. Sampai saat ini, ada 5 jenis Plasmodium yang telah diketahui menginfeksi manusia yakni Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae dan Plasmodium knowlesi. Plasmodium adalah parasit yang menginfeksi sel darah merah. Masing-masing Plasmodium menginfeksi jenis sel darah merah yang berbeda. Plasmodium vivax/ovale menginfeksi sel darah merah muda, sementara Plasmodium malariae menginfeksi sel darah merah tua. Plasmodium falciparum mampu menginfeksi semua jenis sel darah merah. Oleh karena itulah Plasmodium falciparum merupakan spesies yang paling berbahaya diantara Plasmodium yang lain (WHO, 2018).
Secara historis, infeksi malaria pada manusia sebenarnya sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Sebelum ditemukannya obat anti malaria, angka kematian akibat infeksi ini sangat tinggi.
Sampai tahun 2017, angka prevalensi malaria di dunia adalah 290 juta yang tersebar di 90 negara. Kasus malaria paling banyak ditemui di negara-negara Afrika dan India (WHO, 2018). Di Indonesia, meskipun jumlahnya tidak sebesar di dua kawasan negara tersebut, namun cukup memberikan beban yang tinggi terhadap kesehatan nasional. Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana sekitar 45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria. Per 2013, jumlah kasus malaria secara keseluruhan di Indonesia adalah 0,6% dengan angka insidensi sebesar 1,9% pertahun (Kemenkes, 2013). Annual parasite incidence (API) sebenarnya sudah mengalami tren penurunan dari tahun ke tahun sejak 2011. API adalah jumlah kasus positif malaria per 1000 penduduk. Angka tersebut menggambarkan tingkat penyebaran infeksi malaria. Sampai saat ini, pulau Papua, Nusa Tenggara dan Maluku masih menempati peringkat teratas dengan API diatas 5 (Pusdatin, 2016). Pada tahun 2011 jumlah kematian malaria yang dilaporkan adalah 388 kasus dan pada tahun 2017 menurun menjadi 47 kasus (Kemenkes, 2013; WHO, 2018).
Gejala utama malaria adalah demam menggigil. Masing masing jenis plasmodium memiliki karakteristik demam yang berbeda-beda. Plasmodium falciparum dan P. knowlesi memiliki karakteristik demam yang terjadi hampir setiap hari, sementara P. vivax/P. ovale selang waktu satu hari, dan P. malariae demam timbul selang waktu 2 hari. Perbedaan pola demam tersebut dibebabkan karena perkembangan stadium parasit yang berbeda-beda pada masing-masing spesies. Saat demam biasanya kulit pasien akan memerah dan nafas akan meningkat, saat periode dingin kulit akan teraba dingin, pasien berkeringat hebat disertai nadi yang cepat dan lemah. Pada kasus yang berat dapat terjadi penurunan kesadaran. Gejala selain demam yang sering muncul adalah lemas, mual muntah, nyeri perut, nyeri otot, nyeri kepala, konjungtiva mata terlihat pucat, dan perut yang terlihat membesar akibat pembesaran organ limpa.
Sangat penting untuk menanyakan riwayat bepergian ke luar Jawa sebelum terjadinya demam. Mengapa harus luar jawa, karena semua provinsi di Jawa memiliki API yang sangat kecil sehingga resiko tertular malaria di pulau Jawa juga kecil. Penting juga menanyakan riwayat merantau serta apakah pernah mendapat obat malaria, karena jenis malaria tertentu seperti vivax dan ovale dapat kambuh setelah berbulan-bulan atau tahunan meskipun sudah mendapatkan obat malaria secara tuntas.
Diagnosis malaria ditegakan berdasarkan klinis dan laboratoris. Kriteria klinis adalah sebagaimana yang telah dijelaskan diatas sementara kriteria labortatoris adalah ditemukannya parasit Plasmodium dalam darah atau hasil positif pada pemeriksaan diagnostik cepat malaria/rapid diagnostic test (RDT).
Pengobatan malaria sebenarnya cukup sederhana, yakni meminum pil kombinasi yang terdiri dari Dihidroartemisinin dan Piperakuin (DHP) serta Primakuin. Sediaan tersebut menggantikan Klorokuin yang sudah resisten sejak tahun 1970-an di Indonesia. Dosis obat yang diminum menyesuaikan berat badan dan spesies Plasmodium yang menginfeksi. Pengobatan malaria harus diselesakan dengan tuntas. Hal tersebut bertujuan agar mematikan seluruh parasit yang ada dalam tubuh serta mencegah timbulnya resitensi obat antimalaria.
Secara umum, prognosis (luaran penyakit) malaria adalah baik apabila cepat terdeteksi dan tertangani. Namun apabila terlambat, malaria bisa sangat berbahaya terutama jika terinfeksi Plasmodium falciparum. Apabila telah masuk fase ini, maka penderita akan disebut dengan malaria berat dengan resiko kematian yang tinggi. Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi dari malaria berat adalah malaria cerebral. Malaria cerebral terjadi akibat Plasmodium yang terlalu banyak menyebabkan sumbatan pembuluh darah di otak. Jika telah mengalami malaria cerebral. maka pengobatan malaria akan jauh lebih sulit.
Sebelum semuanya terlambat, maka hal yang paling baik adalah mencegah agar tidak terinfeksi malaria atau menurunkan resiko malaria. Bagi penduduk di wilayah non endemis, apabila akan bebepergian di daerah yang endemis, maka sangat disarankan atau bahkan diwajibkan untuk melakukan profilaksis/pencegahan malaria. Dokter akan memberikan obat yang harus diminum rutin sebelum berangkat, selama di lokasi, dan setelah pulang dari lokasi. Apabila memang menetap lama, maka terapi profilaksis diganti dengan pencegahan yang lain seperti menggunakan kelambu saat tidur (karena nyamuk Anopheles aktif saat malam hari), menggunakan repellant, obat nyamuk dan lain sebagainya serta hal yang paling penting adalah mengenali gejala-gejala malaria lebih dini agar tidak terlambat. (ed.MRD)
Referensi :
- Kemenkes. 2013. Pedoman Tatalaksana Malaria. Jakarta : Kemenkes
- WHO. 2018. World Malaria Report. Geneva : Word Health Organization
- Pusdatin. 2016. Pusat Data dan Indormasi Kementrian Kesehatan RI : Malaria. Jakarta : Kemenkes
Gambar diambil dari sini.