VERTIGO PERIFER  (Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV))

VERTIGO PERIFER (Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV))

Vertigo merupakan perasaan berputar dimana penglihatan bergerak, subyektif kalau merasa dirinya yang terasa bergerak dan obyektif kalau sekelilingnya  yang terasa bergerak. Vertigo bukanlah diagnosa medis melainkan sekumpulan gejala. Vertigo merupakan keluhan ketiga paling sering setelah  nyeri dada dan fatigue. Menyerang lebih sering pada usia 70 tahun (47-61%).

Vertigo dikasifikasikan menjadi Vertigo Vestibular dan Non Vestibular. Vertigo Vestibular sifatnya dirasakan berputar, serangan berlangsung episodik, disertai mual, muntah, dapat juga gangguan pendengaran serta dicetuskan perubahan posisi kepala. Sedangkan Vertigo Non Vestibular sifatnya dirasakan melayang, serangan berlangsung kontinyu, tanpa disertai mual maupun muntah, tidak terdapat gangguan pendengaran serta dicetuskan oleh gerakan obyek visual seperti keramaian, lalu lintas dan sebagainya.

Vertigo vestibular diklasifikasikan lagi menjadi vertigo Perifer dan Sentral. Vertigo Perifer bangkitan keluhan bersifat lebih mendadak, lebih berat serta dapat diserai gangguan pendengaran tanpa tanda fokal otak. Sedangan Vertigo Sentral bangkitan keluhan bersifat lebih lambat, lebih ringan, disertai tanda fokal otak namun tanpa gangguan pendengaran.

Diagnosis banding dari vertigo perifer adalah Benigna  Paroxysmal  Posisional  Vertigo (BPPV), Meniere Disease, Labirintis serta Vestibular Neuritis. BPPV merupakan yang paling sering terjadi. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer dengan gejala vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala, dimana letak kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis.

Etiologi BPPV dari paling sering pada penderita berusia di bawah 50 tahun adalah cedera kepala. Sedangkan pada orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah degenerasi sistem vestibuler pada telinga tengah. BPPV meningkat dengan semakin meningkatnya usia.

Patofisiologi terjadinya vertigo dapat dijelaskan melalui 2 teori, yaitu Teori Cupulolithiasis dan Canalolithiasis. Teori Cupulolithiasis dimana adanya otolith yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi, menempel pada permukaan kupula sehingga kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Sedangkan Teori Canalolithiasis dimana adanya partikel otolith bergerak bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sampai ± 900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal inilah yang menimbulkan nistagmus dan pusing.

Penegakan diagnosa vertigo menggunakan pemeriksaan Romberg, Romberg dipertajam, Past Pointing, Fukuda serta maneuver Dix Hallpixe. Pemeriksaan tersebut dapat membedakan vertigo sentral atau vertigo perifer.

Penatalaksanaan medikamentosa pada penderita BPPV antara lain menggunakan Antihistamin H1, Antihistamin H3, Analog histamin serta anti ansietas. Antihistamin yang digunakan adalah yang memiliki aktivitas antikholinergik  sentral seperti difenhidramin. Sedangkan antihistamin H3 dan analog histamine berfungsi meningkatkan  sirkulasi telinga  dalam seperti betahestine. Anti ansietas yang dapat digunakan dari gololongan benzodiazepine seperti lorazepam.

Penatalaksanaan Non-Medikamentosa pada penderita BPPV adalah menggunakan manuver epley dan Brandt-Daroff. Manuver epley dilakukan di saat perawatan di pelayanan kesehatan dan diakukan dibawah supervisi dokter. Manuver ini berfungsi untuk mereposisi dari canalith. Sedangkan manuver Brandt-Daroff dapat dilakukan dapat dirumah segera atau 2 hari setelah pasien melakukan manuver Epley. Manuver ini dapat dilakukan 3-5 kali dalam sehari selama 2 minggu. Cara melakukan Latihan Brandt-Daroff dirumah:

  1. Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung.
  2. Dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi, pertahankan selama 30 detik.
  3. Setelah itu duduk kembali selama 30 detik.
  4. Baringkan tubuh dengan cepat ke sisi yang lain, pertahankan selama 30 detik.
  5. Lalu duduk kembali.
oleh : dr. Nourma Lita Sari / dr. Noegroho Harbani, Sp.S, MSc

Related Posts

Komentar