SEDASI

SEDASI

Igun Winarno, Ezra Sari Setyaningrum, Rachma Amalia Khansa

(Fakultas Kedokteran Unsoed / RSUD Ajibarang)

PENDAHULUAN

Operasi atau pembedahan merupakan suatu penanganan medis secara invasif yang dilakukan untuk mendiagnosa dan atau mengobati penyakit, injuri atau deformitas tubuh. Tindakan pembedahan akan mencederai jaringan yang dapat menimbulkan perubahan fisiologis tubuh dan mempengaruhi organ tubuh lainnya. Tahapan terpenting dalam tindakan pembedahan yaitu anestesi, tanpa anestesi tindakan pembedahan belum bisa dilakukan.

Anestesi berasal dari bahasa Yunani yaitu “An” berarti tidak dan “aesthesis” berarti rasa atau sensasi, maka anestesi merupakan upaya menghilangkan rasa nyeri atau sakit. Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan. Tidak hanya rasa sakit yang dihilangkan tetapi perlu juga dihilangkan rasa takut untuk menciptakan kondisi optimal pada tindakan pembedahan (Lewar, 2015).

Tindakan anestesi yang memadai meliputi tiga komponen yaitu hipnotik berarti tidak sadarkan diri, analgesi merupakan bebas nyeri dan relaksasi otot rangka. Untuk mencapai ketiga target tersebut dapat digunakan hanya dengan mengggunakan satu jenis obat. Misalnya, eter atau dengan memberikan beberapa kombinasi obat yang mempunyai efek khusus seperti obat hipnotik sedatif, analgesi dan obat khusus pelumpuh otot. Ketiga target anestesi tersebut disebut dengan “Trias Anestesi

 Definisi Sedasi

Sedasi adalah substansi yang memiliki aktivitas moderate yang memberikan efek menenangkan. Prosedur sedasi adalah teknik pemberian sedatif ataupun obat disosiatif dengan atau tanpa pemberian analgetik, yang bertujuan menurunkan fungsi sistem saraf pusat (SSP) atau kesadaran sehingga timbul rasa mengantuk dan menurunkan kecemasan (Wirawan et al., 2015).

Tingkat Sedasi

Menurut Lippincott Williams dan Wilkins, dalam American Society of Anesthesiologists (2002), tingkat sedasi dibagi menjadi:

  1. Sedasi Minimal

Keadaan dimana selama terinduksi obat, pasien berespon normal terhadap perintah verbal. Walaupun fungsi kognitif dan koordinasi terganggu, tetapi fungsi kardiovaskuler dan ventilasi tidak dipengaruhi.

  1. Sedasi Sedang / Moderate

Keadaan penurunan kesadaran setelah terinduksi obat dimana pasien dapat berespon terhadap perintah verbal secara spontan atau setelah diikuti oleh rangsangan taktil cahaya. Tidak diperlukan intervensi untuk menjaga jalan nafas, ventilasi spontan masih adekuat, dan fungsi kardiovaskuler biasanya masih normal.

  1. Sedasi Dalam

Keadaan dimana selama terjadi penurunan kesadaran setelah terinduksi obat, pasien sulit dibangunkan tetapi akan berespon terhadap rangsangan berulang atau rangsangan sakit. Kemampuan untuk mempertahankan fungsi ventilasi atau jalan nafas dapat terganggu, dapat memerlukan bantuan untuk menjaga jalan nafas dan fungsi kardiovaskuler biasanya dapat terjaga maupun terganggu.

  1. Anestesi Umum

Keadaan dimana pasien mengalami kehilangan kesadaran yang diakibatkan oleh obat dimana pasien tidak dapat terangsang, bahkan oleh rangsangan yang menyakitkan. Pada keadaan ini pasien sering membutuhkan bantuan dalam mempertahankan paten jalan nafas, dan fungsi kardiovaskular pun mungkin terganggu.

Tabel 2.1 Tingkatan Sedasi

 

Sedasi

Minimal

Sedasi

Sedang

Sedasi

Dalam

Anestesi

Umum

Responsivitas

Normal terhadap stimulus hingga verbal

Berespon sesuai verbal dan taktil

Berespon sesuai verbal dan taktil lebih kuat

Tak terangsang, bahkan hingga stimulus yang menyakitkan

Saluran Udara

Tidak terpengaruh

Tidak diperlukan intervensi

Intervensi mungkin diperlukan

Intervensi sering dibutuhkan

Ventilasi

Tidak terpengaruh

Memadai

Mungkin tidak memadai

Seringkali tidak memadai

Fungsi Kardiovaskuler

Tidak terpengaruh

Biasanya terawat

Biasanya terawat

Mungkin rusak

Obat – Obat Sedasi

Propofol

Sifat Umum

Propofol adalah sebuah obat anestesi umum yang mempunyai rumus kimia 2,6-diisoprophyl-phenol untuk suntikkan intravena. Obat ini merupakan cairan emulsi isotonik yang berwarna putih. Emulsi ini antara lain terdiri dari gliserol/trigliserid, leshitin telur (kuning telur), sodium hidroksida, minyak kedelai dan air (Iqbal et al., 2014).

Dosis Obat

Induksi 1,5 – 2,5 mg/kgBB (tergantung umur/kondisi penderita). Titrasi mulai 20-40 mg/10 detik. Pada orangtua usia > 55 tahun atau ASA III / IV diberikan dosis 1 mg/kgBB. Sedasi untuk prosedur diagnosis 0,5-1 mg/kgBB, lalu maintenance 1,5-4,5 mg/kgBB/jam atau bolus 10-20 mg (Iqbal et al., 2014).

Indikasi

Indikasi obat propofol adalah digunakan untuk induksi dan maintenance pada anestesia umum, digunakan untuk sedasi dan ventilasi pada pasien di ICU, dan sedasi untuk procedur diagnosa (Iqbal et al., 2014).

Kontra Indikasi

Kontraindikasi obat propofol adalah hipersensitivitas, Anak usia < 1 bulan untuk induksi dan maintenance, dan usia < 16 tahun untuk sedasi di ICU (Iqbal et al., 2014).

Mekanisme Kerja

  • Kardiovaskuler

Propofol menghambat aktivitas simpatis vasokonstriktor sehingga menurunkan resistensi pembuluh darah perifer, preload dan kontraktilitas otot jantung yang akhirnya akan menurunkan tekanan darah arteri. Hipotensi yang terjadi saat induksi biasanya akan pulih akibat dari stimulasi laringoskopi dan intubasi. Hipotensi pada induksi propofol dipengaruhi oleh dosis yang besar, kecepatan injeksi, dan usia tua. Propofol secara nyata mempengaruhi barorefleks arterial terhadap hipotensi. Perubahan denyut jantung dan cardiac output biasanya hanya sementara dan tidak bermakna pada pasien yang sehat, tetapi dapat berisiko pada pasien lansia, konsumsi betha-adrenergik blockers atau pada pasien dengan gangguan ventilasi (Iqbal et al., 2014).

  • Respirasi

Pada dosis induksi propofol menekan secara dalam fungsi pernafasan hingga menyebabkan apneu. Propofol menekan refleks jalan nafas atas sehingga tindakan intubasi, endoskopi dan pemasangan LMA dapat dilakukan tanpa blockade neuromuscular. Walaupun melepaskan histamin, timbulnya wheezing pada pasien asma yang diinduksi dengan propofol jarang terjadi (Iqbal et al., 2014).

  • Otak

Propofol menurunkan aliran darah otak, cerebral metabolit rate, dan tekanan intrakranial. Ketika dosis besar diberikan, efek penurunan tekanan darah sistemik yang nyata dapat menurunkan Cerebral Perfusion Pressure (CPP). Autoregulasi pembuluh darah otak dalam merespon perubahan tekanan darah arteri dan reaksi Cerebral Blood Fluid atau aliran darah otak terhadap perubahan tekanan CO2 tidak mengalami perubahan. Propofol memiliki kemampuan sebagai protector otak terhadap fokal iskemia, dan memiliki efek anti-konvulsan sehingga dapat digunakan untuk mengatasi keadaan status epileptikus (Iqbal et al., 2014).

Ketamin

Sifat Umum

Derivat phencyclidine ini diformulasikan dalam bentuk campuran racemic. Diantara agent anestesi lainnya ketamin mempunyai keunggulan dengan menimbulkan efek hipnotik dan analgesi sekaligus berkaitan dengan dosis yang diberikan (Iqbal et al., 2014).

Dosis Obat

Premedikasi benzodiazepine, ketamin 1-2 mg/kgBB IV dapat digunakan untuk induksi anestesi dengan durasi sekitar 10-20 menit setelah dosis tunggal induksi, dengan tambahan waktu 60-90 menit untuk pulih sadar dengan orientasi utuh. Efek analgesik mulai timbul pada dosis subanestetik antara 0,1-0,5 mg/kgBB IV dan konsentrasi plasma antara 85-160 mg/ml. Dosis rendah dengan infuse sebesar 4 μg/kgBB/mnt IV telah dilaporkan dapat menghasilkan efek analgesi post operatif yang sama dengan infus morphin 2 mg/ jam IV (Iqbal et al., 2014).

Indikasi

Indikasi obat ketamin digunakan sebagai obat yang memiliki efek analgesik yang kuat, antidepresan, dan anestesi disosiatif.

Kontra Indikasi

Kontraindikasi obat ketamin adalah tidak dapat diberikan pada pasien dengan hipertensi, peningkatan tekanan intrakranial, penyakit neuropsikiatri, dan penyerta lain seperti kejang atau psikosis (Wirawanet al., 2015).

Mekanisme Kerja

  • Kardiovaskuler

Ketamin meningkatkan tekanan darah arteri, denyut jantung, dan cardiac output, terutama setelah injeksi bolus cepat. Efek tersebut disebabkan oleh stimulasi sentral pada sistem saraf simpatis dan inhibisi pada reuptake norepinephrine setelah dilepaskan pada terminal saraf (Iqbal et al., 2014).

  • Respirasi

Pemberian ketamin dosis induksi, walaupun dengan pemberian bolus IV cepat atau kombinasi dengan opioid dapat menyebabkan apneu. Refleks saluran nafas atas terjaga dengan baik, walaupun juga dapat terjadi obstruksi parsial, sehingga pasien dengan aspirasi sebaiknya diintubasi selama anestesi umum dengan ketamin. Hipersalivasi akibat ketamin dapat diatasi dengan premedikasi agent antikolinergik seperti glycopyrrolate (Iqbal et al., 2014).

  • Otak

Ketamin meningkatkan konsumsi oksigen otak, aliran darah otak, dan tekanan intrakranial, sehingga penggunaannya dihindari pada keadaan space occupying intracranial lesions seperti yang terjadi pada trauma kepala. Menurut beberapa penelitian terakhir, apabila dikombinasikan dengan benzodiazepin (atau agen lain yang bekerja pada sistem reseptor GABA yang sama) dan dengan control ventilasi tetapi tanpa menggunakan N2O, ketamin tidak menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Ketamin meningkatkan aktivitas listrik subkortikal sehingga menimbulkan gerakan myoklonik. Efek samping psikomimetik akibat ketamin jarang terjadi jika dikombinasikan dengan benzodiazepine ataupun ketamin pada teknik TIVA (Butterworth et al., 2013).

Midazolam

Dosis Obat

Midazolam dengan 0.05 mg/kgbb IV sudah dapat menimbulkan efek sedasi dan anti-ansietas, serta dengan dosis tersebut cukup signifikan mempengaruhi penurunan tekanan darah dan laju nadi.

Indikasi

Midazolam secara intravena digunakan untuk induksi anestesi dan manajemen kejang akut. Obat ini memiliki efek yang cepat dan durasi kerja yang lebih pendek dari diazepam dan lorazepam sehingga dapat digunakan sebagai tatalaksana status epileptikus (Prommer, 2020). Administrasi obat yang mudah melalui rute bukal dan intranasal menjadikannya pilihan yang baik dalam manajemen kejang pada pasien anak-anak. Midazolam memiliki tingkat toleransi yang tinggi dan dosisnya dapat ditingkatkan untuk mempertahankan efek terapeutik. Obat ini dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan dan hypnosis selama fase pemeliharaan anestesi umum. Selain itu, midazolam digunakan sebagai obat tambahan untuk anestesi regional dan lokal untuk berbagai prosedur diagnostik dan terapeutik (Lingamchetty et al., 2020).

Kontra Indikasi

Penggunaan midazolam dikontraindikasikan terhadap pasien dengan glaucoma sudut tertutup, hipotensi dan syok. Pengaturan dosis pemberian obat dilakukan pada pasien dengan penyakit ginjal atau hati, alkoholik dan ketergantungan obat. Perhatian yang ekstra diperlukan untuk ibu hamil, anak-anak dan individu dengan kondisi psikiatri penyerta. Pemberian obat pada lansia diperlukan perhatian untuk pencegahan akumulasi metabolik aktif obat (Verbeeck, 2018).

Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja midazolam berhubungan dengan akumulasi GABA dan afinitasnya terhadap reseptor benzodiazepine. Kanal ion klorida memiliki dua reseptor terpisah untuk GABA dan benzodiazepine. Ikatan pada kedua reseptor ini secara bersamaan akan meningkatkan frekuensi pembukaan kanal klorida sehingga terjadi hiperpolarisasi dan inhibisi eksitabilitas neuron. Aktivitas antikonvulsan midazolam terkait dengan aksi GABA berlebih pada sirkuit motorik di otak. Efek miorelaksan dapat muncul akibat aksi midazolam terhadap reseptor glisin pada medulla spinalis. Hampir semua efek farmakologis, termasuk sedasi, ansiolisis, anterograde amnesia, dan efek antikonvulsan dapat dijelaskan melalui aksi midazolam terhadap reseptor GABA (Lingamchetty et al., 2020).

Efek Samping Obat

Efek samping terkait penggunaan midazolam yang sering ditemukan adalah cegukan, batuk, mual dan muntah. Efek samping lain yaitu tromboflebitis, thrombosis dan nyeri pada area injeksi. Midazolam juga dapat menyebabkan amnesia anterograde, mengantuk, ataksia, jatuh dan kebingungan pada orang tua. Pemberian dosis obat yang tinggi dapat menyebabkan depresi pernapasan dan sindroma infus midazolam. Pasien yang mengalami sindroma infus midazolam memerlukan dukungan ventilator secara terus menerus. Pemberian obat secara intravena secara cepat dapat menyebabkan hipotensi dan takikardia. Penggunaan midazolam dalam jangka waktu panjang dikaitkan dengan defisit memori yang hanya pulih setelah penghentian obat. Administrasi midazolam pada trimester ketiga kehamilan menyebabkan hipotonia dan sianosis. Neonatus dapat mengalami diare, tremor ataupun hipereksitabilitas. Gejala putus obat yang dapat terjadi mencakup iritabilitas, klonus, hipertonus, mual, muntah, diare, takikardia dan hipotensi (Mencia et al., 2017).

Diazepam

Dosis Obat

Diazepam dapat diberikan dengan dosis 0.2 mg/kg IV tidak mengakibatkan gangguan pernapasan. Akan tetapi dengan dosis 10 mg perlu kehati-hatian dan persiapan alat resusitasi.

Indikasi

Diazepam telah disetujui oleh FDA sebagai terapi untuk gangguan kecemasan (ansietas), kecemasan pre operasi, sindroma akut putus alkohol (alcohol withdrawal), spasme otot rangka, spastisitas akibat gangguan neurologis UMN serta gangguan konvulsif seperti status epileptikus dan kejang akut berulang (Calcaterra dan Barrow, 2014). Sebagai terapi sindroma putus alkohol, diazepam berguna untuk menghilangkan gejala agitasi, tremor, halusinosis alkoholik dan delirium akut. Penggunaan diazepam secara off-label untuk sedasi pasien ICU dan pengobatan jangka pendek spastisitas pada anak dengan cerebral palsy (Weintraub, 2017).

Kontra Indikasi

Obat ini tidak disarankan pada pasien dengan hipersensitivitas terhadap diazepam dan pasien berusia kurang dari 6 bulan. Kontraindikasi lainnya yaitu pada pasien dengan insufisiensi pernapasan yang berat, myasthenia gravis, sleep apnea syndrome, insufisiensi hepar yang berat serta glaucoma akut sudut tertutup. Penggunaan pada ibu hamil dan orang tua perlu dilakukan pengawasan yang lebih ketat (Dhaliwal et al., 2020).

Mekanisme Kerja

Diazepam atau obat-obatan golongan benzodiazepine lainnya, bekerja dengan cara memfasilitasi aktivitas GABA pada berbagai tempat. Obat golongan ini akan berikatan pada sisi alosterik di antara subunit alfa dan gamma reseptor GABA-A kanal ion klorida. Ikatan alosterik ini menyebabkan peningkatan frekuensi pembukaan kanal klorida yang diikuti peningkatan konduktansi ion klorida. Perubahan ini berakibat pada hiperpolarisasi membran dan penurunan eksitabilitas sel neuron. Secara spesifik, ikatan alosterik pada sistem limbic menyebabkan efek ansiolitik (penurunan kecemasan). Ikatan alosterik pada medulla spinalis dan neuron motorik akan menimbulkan efek miorelaksan. Efek sedatif, amnestik, dan antikonvulsif timbul akibat ikatan diazepam dengan reseptornya pada korteks, thalamus, dan serebri (Dhaliwal et al., 2020).

Efek Samping Obat

Efek samping obat diazepam sama seperti obat-obat dari golongan benzodiazepine yang lain, diazepam dapat menyebabkan depresi pernapasan dan sistem saraf pusat, ketergantungan obat dan sindrom putus obat benzodiazepine. Kemudian, efek samping serius lainnya yaitu kejang, kolaps sistem kardiovaskular, bradikardia, hipotensi, maupun pingsan. Selain itu, efek samping yang sering ditemukan pada penggunaan diazepam mencakup sedasi, kelelahan, kebingungan, amnesia anterograde, depresi, ataksia, iritabilitas, disinhibisi, nyeri kepala, nyeri pada lokasi injeksi, tremor, distonia, retensi atau inkontinensia urin, mual, konstipasi, diplopia, perubahan libido, ruam, ketidakteraturan menstruasi, dan peningkatan enzim transaminase. Penyuntikan obat intravena yang terlalu cepat dapat menyebabkan iritasi vena dan tromboflebitis (Dhaliwal et al., 2020).

KESIMPULAN

  1. Anestesi berasal dari bahasa Yunani yaitu An berarti tidak dan aesthesis berarti rasa atau sensasi, maka anestesi merupakan upaya menghilangkan rasa nyeri atau sakit.
  2. Tidak hanya rasa sakit yang dihilangkan tetapi perlu juga dihilangkan rasa takut untuk menciptakan kondisi optimal pada tindakan pembedahan.
  3. Sedasi adalah substansi yang memiliki aktivitas moderate yang memberikan efek menenangkan.
  4. Menurut Lippincott Williams dan Wilkins, dalam American Society of Anesthesiologists (2002), tingkat sedasi dibagi menjadi sedasi minimal, sedasi sedang/moderate, sedasi dalam dan anestesi umum.
  5. Obat – obat sedasi meliputi propofol, ketamin dan golongan benzodiazepine yaitu midazolam dan diazepam.

(ed.goens.GN)

Related Posts

Komentar