REFERAT : FISIOLOGI KARDIORESPI
oleh : Zaenal Arifin, Sp. An, Yulgea Della Amalia, Farhana Samad
BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF RSUD AJIBARANG / FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PENDAHULUAN
Sistem sirkulasi darah yang terdiri dari jantung komponen darah dan pembuluh darah. Pusat peredaran darah atau sirkulasi darah ini berasal dari jantung, yaitu sebuah pompa jantung yang berdenyut secara ritmis dan berulang 60-100 x/menit. Setiap denyut menyebabkan darah mengalir dari jantung, ke seluruh tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang terdiri atas arteri, arteriol, dan kapiler kemudian kembali ke jantung melalui venula dan vena (Fikriana, 2018).
Sistem respirasi adalah merupakan proses pengambilan (menghirup) oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk memastikan bahwa tubuh mendapatkan oksigen dalam jumlah yang cukup untuk metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida (Peate and Nair, 2011).
Kardiorespi merupakan kemampuan jantung, paru dan pembuluh darah untuk mengambil oksigen yang ada di dunia luar bias masuk ke dalam tubuh, terkirim sampai ke tingkat sel-sel, digunakan dalam metabolism dan dihasilkan karbondioksida, dan dibuang dalam ekspirasi. Penghantaran oksigen (delivery oksigen) keseluruh tubuh dipengaruhi oleh fungsi dari dua organ, yaitu paru-paru dan jantung. Anestesiolog harus bias menjamin selama tindakan anestesi agar kondisi pasien dapat terjaga.
Dalam memahami sistem kardiorespirasi terutama anatomi dan fisiologi pada jantung dan sistem pernafasan sehingga kita dapat memahami cara kerja, prinsip, dan strategi yang tepat saat melakukan rangkaian prosedur anestesi
TINJAUAN PUSTAKA
Kardiovaskuler
- Anatomi
Sistem kardiovaskuler terdiri atas rangkaian jantung dan pembuluh darah arteri dan vena. Jantung memiliki empat ruangan yang dipisahkan oleh septum, yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan ventrikel kiri. Atrium berperan menerima darah ke jantung dan ventrikel berperan untuk memompa darah keluar jantung (Martini, 2012).
Jantung berada di dinding dada anterior, posterior dari sternum. Ukuran jantung normal 12 cm x 8 cm x 6 cm atau sekepalan tangan orang dewasa. Jantung di lapisi oleh lapisan pericardium, jaringan ikat yang berperan untuk menstabilisasi posisi jantung dan pembuluh darah terkait dalam rongga mediastinum. Saat perkembangan embryologis, jantung berinvaginasi ke dalam sakus pericardial yang terdiri dari lapisan pericardium visceral yang menempel langsung pada miokardium dan lapisan pericardium parietal (jaringan ikat Fibrosa).
Jantung dibatasi oleh struktur-struktur di sekitar, antara lain:
- Batas kanan: vena cava superior atrium kanan, vena cava inferior
- Batas kiri : ujung ventrikel kiri
- Batas anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian ventrikel kiri
- Batas posterior : atrium kiri, vena pulmonalis
- Batas inferior : ventrikel kanan apeks jantung
- Batas superior : apendiks atrium kiri
Vaskularisasi jantung disuplai oleh arteri koronaria yang berasal dari aorta. Arteri koronari sinistra yang berjalan di belakang arteri pulmonal sepanjang 1-2 cm kemudian bercabang menjadi Left Circumflex Artery (LCX) yang berjalan sepanjang sulkus artrio-ventrikuler mengelilingi permukaan posterior jantung dan Left Anterior Descendent Artery (LAD) yang berjalan sepanjang sulkus interventrikuler sampai ke apeks. Pembuluh darah ini juga bercabang-cabang mendarahi daerah diantara kedua sulkus tersebut. Pembuluh koroner kedua, arteri koroner dekstra, memperdarahi nodus sino-atrial (SA node) dan nodus atrioventrikuler (AV node) melalui kedua percabangannya yaitu, arteri atrium anterior kanan dan arteri koroner desenden posterior. Fungsi pembuluh vena jantung diperankan oleh vena koroner yang selau berjalan berdampingan dengan arteri koroner, yang kemudian akan bermuara ke dalam atrium kanan melalui sinus Coronarius (Tortora, 2009).
Inervasi jantung oleh pleksus kardiakus terdiri atas serabut simpatis, parasimpatis (system sayaraf otonom). Komponen utama inervasi adalah sensorik, jalur aferen, pusat integrasi, jalur eferen, dan reseptor. Sensor yang berperan dalam regulasi system sirkulasi adalah baroresptor dan kemoreseptor. Baroreseptor ini peka terhadap perubahan dinding vaskuler yang diakibarkan oleh perubahan tekanan arteri, Reseptor ini berada di arkus aorta dan sinus karotikus.
Kemoreseptor ini peka terhadap penurunan kadar oksigen di arteri, peningkatan PaCO2, dan peningkatan kadar ion hydrogen atau penurunan pH darah. Reseptor ini berada di badan aortik dan badan karotid. Stimulasi kemoreseptor akan memicu peningkatan denyut jantung dan diuresis untuk menurunkan volume (Ganong, 2012).
Jalur aferen di nervus vagus dan nervus glosofaringeus membawa impuls dari baroreseptor atau kemoreseptor ke otak dimana pusat regulasi sirkulasi berada di bagian atas medulla oblongata dan bagian bawah pons. Kemudian respon disalurkan melalui jalur eferen ke nervus vagus sebagai serabut parasimpatis dan ke nervus kardiaka sebagai serabut simpatis. Sehingga akan terjadi perubahan denyut jantung, kecepatan konduksi AV node, diameter pembulu darah, dan kekuatan kontraksi miokardium (Sherwood, 2018).
Syaraf simpatis menginervasi atrium dan ventrikel, termasuk pembuluh perifer. Sedangkan syaraf parasimpatis menginervasi nodus sinoartrial (SA node), nodus atrioventrikuler (AV node), serabuk Purkinje, dan Bundle of His. Stimulus simpatis neurotransmitternya adalah norepinefrin (NE) yang kerjanya mempengaruhi kerja otot ventrikel, sedangkan stimulus parasimpatis neurotransmitternya adalah asetilkolin yang akan mengontrol irama dan denyut jantung (Ganong, 2012).
Sistem parasimpatis (kolinergik) memiliki efek mengurangi kekuatan kontraksi aliran dan ventrikel. Respons terhadap sistem parasimpatis disebut dengan respon kolinergik atau respon vagal. Respon ini dapat cepat, kuat, dan mampu menurunkan frekuensi denyut jantung (Guyton, 2019).
Sistem simpatis (adrenergik) melepaskan epinefrin. Epinefrin dan norepinefrin akan berikatan dengan reseptor adrenergik (reseptor alfa/α) dan beta (B1 dan B2). Rangsangan terhadap reseptor α menyebabkan peningkatan denyur jantung, kecepatan konduksi stimulus melalui AV node, dan peningkatan kontraksi miokardium (inotropic). Sedangan rangsangan terhadap resptor B1 menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah (Sherwood, 2018).
- Sirkulasi
Atrium kanan menerima darah yang terdeoksigenasi dari jaringan sistemik dengan melalui katup tricuspid darah dibawa ke ventrikel kanan. Kemudian darah dipompa ventrikel kanan ke paru-paru dengan arteri pulmonalis melalui katup pulmonalis. Dalam alveolus paru-paru terjadi pertukaran karbon dioksida (CO2) dan oksigen (O2). Selanjutnya darah yang mengandung oksigen dibawa oleh vena pulmonalis menuju atrium kiri, selanjutnya dibawa ke ventrikel kiri melalui katup mitral. Oleh ventrikel kiri, darah dipompa melaui aorta ke seluruh tubuh untuk memperdarahi jaringan sistemik. Sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik berjalan bersamaan. Ketika jantung berdenyut, atrium berkontraksi, kemudian ventrikel berkontraksi juga. Kedua ventrikel berkontraksi dalam waktu yang bersamaan untuk mengeluarkan volume darah yang sama ke sirkulasi pulmoner dan Sistemik (Martini, 2016).
- Fisiologi
Jantung memiliki fungsi utama memompa darah yang kaya akan oksigen ke seluruh tubuh. Atrium kanan menerima darah yang mengandung CO2 dari seluruh tubuh melalui vena kava superior dan inferior, dan juga dari otot jantung melalui sinus koronaria. Darah yang mengandung CO2 dialirkan ke ventrikel kanan melalui katup trikuspid untuk menuju ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. Dalam paru-paru terjadi proses oksigenasi di alveoli. Selanjutnya darah yang mengandung O2 dialirkan melalui vena pulmonalis menuju atrium kiri yang dilanjutkan untuk dialirkan ke ventrikel kiri melalui katup bikuspid. Ventrikel kiri memiliki peran penting untuk memompa darah yang teroksigenasi menuju sirkulasi sitemik melalui katup aorta. Setiap siklus akan berulang pada denyut nadi selanjutnya (Rehman, 2019).
Pada setiap denyut jantung terdiri atas kontraksi ruang jantung yang diregulasi dengan sistem konduksi elektrik. Diawali dari nodus Sinoatrial (SA node) yang terletak di antara vena kava superior dan atrium kanan sebagai pacemaker utama yang menghasilkan stimuli elektrik. Konduksi berlanjut menuju nodus Atrioventrikular (AV node) yang terletak di trigonum Koch, yang selanjutnya dikonduksi melalui bundle of his dengan sedikit penundaan agar tidak terjadi penumpukan stimuli konduksi. Sistem konduksi dilanjutkan ke percabangan bundle of his kanan dan kiri ynag memili banyak percabangan yang disebut dengan serabut purkinje. Sistem konduksi menghasilkan konstraksi yang beraturan dan selaras (Tucker, 2018).
Prinsip konduski kelistrikan jantung adalah potensial aksi. Kontraksi akan terjadi jika terjadi depolarisasi dan repolarisasi. Periode dari awal denyut nadi hingga awal denyut nadi berikutnya disebut dengan siklus jantung. Tingkatan depolarisasi beragam di beberapa sistem konduksi. Depolarisasi paling cepat terjadi pada SA node, SA node dapat menghasilkan potensial aksi 80-100 kali per menit. AV node terdepolarisasi lebih lambat, hanya menghasilkan potensial aksi 40-60 kali per menit. Impuls yang dihasilkan SA node menyebabkan AV node lebih cepat mencapai threshold prepotensial AV node. Jika SA node atau jalur atrium terganggu maka akan terjadi penurunan denyut nadi, karena hanya AV node yang memimpin sistem konduksi. Serabut Purkinje terdepolarisasi spontan lebih lambat. Sehingga jika terdapat gangguan konduksi di salah satu komponen system konduksi kelistrikan jantung, maka darah tidak dapat dipompa secara efektif dan akan menimbulkan banyak kelainan seperti aritmia, fibrilasi, takikardi, bradikardi hingga kematian (Sherwood, 2018).
Tiap siklus jantung mencakup periode akhir kontraksi ventrikel (systole) dan relaksasi ventrikel (diastole). Secara bersamaan terjadi perubahan tekanan di rongga jantung sehingga perbedaan tekanan ini memungkinkan mengalirnya darah dari rongga dengan tekanan yang lebih tinggi ke rongga yang lebih rendah. Katup jantung sangat penting untuk mencegah adanya aliran balik. Septum atrioventrikuler triskuspid dan mitral berperan mencegah adanya aliran balik dari ventrikel ke atrium saat systole, sedangkan septum semilunaris aorta dan pulmonal berperan mencegah adanya aliran balik dari aorta dan arteri pulmonalis ke ventrikel saat diastole (Ganong, 2012).
Saat sistolik, ventrikel jantung berkontraksi, katup atrioventrikular menutup, katup semilunaris terbuka. Sehingga darah mengandung CO2 dari ventrikel dekstra dapat menuju arteri pulmonalis ke paru-paru, dan darah yang mengandung O2 dari ventrikel sinistra dapat dialirkan aorta ke sistemik (Guyton, 2019).
Setelah sistolik, terjadi periode istirahat, dimana jantung berhenti selama 1/10 detik. Kemudian dilanjutkan dengan diastolik, ventrikel mengembang, katup atrioventrikular terbuka, sehingga darah yang mengandung CO2 dari tubuh yang diterima atrium dekstra masuk ke ventrikel dekstra. Sedangkan darah dari paru-paru yang mengandung O2 melalui vena pulmonalis masuk ke atrium sinistra (Guyton, 2019).
Penurunan tekanan darah akan mengakibatkan suatu refleks yang menstimulasi frekuensi jantung yang menjalar melalui pusat medular. Proreseptor dalam vena cava sensitif terhadap penurunan tekanan darah. Jika tekanan darah menurun, akan terjadi suatu refleks peningkatan frekuensi jantung untuk mempertahankan tekanan darah. Pengaruh lain pada frekuensi jantung : Frekuensi jantung dipengaruhi oleh stimulasi pada hampir semua saraf, seperti reseptor untuk nyeri, panas, dingin, dan sentuhan, atau oleh input emosional dari sistem saraf pusat. Fungsi jantung normal bergantung pada keseimbangan elektrolit seperti kalsium, kalium, dan natrium yang mempengaruhi frekuensi jantung jika kadarnya meningkat atau berkurang (Sidemen.
Sistem sirkulasi harus dipastikan dalam kondisi baik sebelum melakukan prosedur anestesi maupun pembedahan. Kekuatan kontraksi jantung, denyut nadi, ritme denyut, kondisi pembuluh harus diperhatikan. Salah satunya dengan memantau kelistrikan jantung yang dapat diamati pada alat elektrokardiogram (EKG). Elektroda dapat mendeteksi kelistrikan jantung di permukaan tubuh. Sehingga modalitas ini memudahkan praktisi mengetahui letak kelainan fungsi jantung. Seperti gangguan irama, aritmia, penyumbatan pemuluh coroner, infark, fibrilasi, dan lain-lain (Martini, 2012).
Respirasi
- Anatomi
Sistem respirasi adalah merupakan proses pengambilan (menghirup) oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk memastikan bahwa tubuh mendapatkan oksigen dalam jumlah yang cukup untuk metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida (Peate and Nair, 2011).
Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan bawah. Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring, sedangkan sistem pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru (Peate and Nair, 2011).
- Sistem Pernafasan Atas
- Hidung
Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra penciuman. Dalam keadaan normal, udara masuk dalam sistem pernapasan, melalui rongga hidung. Vestibulum rongga hidung berisi serabut-serabut halus. Epitel vestibulum berisi rambut-rambut halus untuk menyaring udara, debu dan kotoran-kotoran yang masuk ke dalam hidung (Syaifuddin, 2016).
2) Faring
Faring adalah pipa berotot yang bermula dari dasar tenggorokan dan berakhir sampai persambungannya dengan esofagus dan batas tulang rawan krikoid. Faring terdiri atas tiga bagian yang dinamai berdasarkan letaknya, yakni nasofaring (dibelakang hidung), orofaring (dibelakang mulut), dan laringofaring (dibelakang laring) (Muttaqin, 2012). Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapafasan dan jalan makan (Manurung, 2016).
Sitem Pernafasan Bawah
- Laring
Laring terdiri dari tulang rawan yang dilengkapi dengan otot, membran, jaringan ikat, dan ligamentum. Sebelah atas pintu masuk laring membentuk tepi epiglottis dan sebelah bawah tepi bawah kartilago krikoid. Tepi tulang dari pita suara asli kiri dan kanan membatasi daerah epiglotis. Bagian atas disebut supraglotis dan bagian bawah disebut subglotis (Syaifuddin, 2016).
Laring terletak diantara faring dan trakea. Berdasarkan letak vertebra servikalis, laring berada di ruas ke-4 atau ke-5 dan berakhir di vertebra servikalis ruas ke-6. Laring menghubungkan faring dan trakea. Laring yang dikenal sebagai kotak suara (voice box) atau pangkal tenggorok mempunyai bentuk seperti tabung pendek dengan bagian besar diatas dan menyempit ke bawah (Syaifuddin, 2016).
Setelah melalui tenggorokan, udara masuk ke batang tenggorok atau trachea, kemudian diteruskan ke saluran yang bernama bronchus. Bronchus ini terdiri dari beberapa tingkat percabangan dan akhirnya berhubungan dengan alveolus di paru-paru (Syaifuddin, 2016).
- Trakea
Trakea adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C yang dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan oleh selaput, terletak diantara vertebrae servikalis VI sampai tepi bawah kartilago krikoidae vertebrata torakalis V. Panjangnya sekitar 13 cm dan diameter 2,5 cm, dilapisi oleh otot polos, mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam dalam balok-balok hialin yang mempertahankan trakea tetap terbuka (Syaifuddin, 2016).
- Bronkus
Bronkus merupakan percabangan trakea yang terdiri dari bronkus kanan dan kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri. Didalam masing-masing paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit, pendek, dan semakin banyak jumlah cabangnya, seperti percabangan pada pohon. Cabang terkecil dikenal dengan sebutan bronchioles (Sherwood, 2010).
Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trakea. Bronkus kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan arahnya hampir vertikal dengan trakea. Sebaliknya, bronkus kiri lebih panjang, lebih sempit, dan sudutnya pun lebih runcing. Bentuk anatomi yang khusus ini memiliki implikasi klinis tersendiri seperti jika ada benda asing yang terinhalasi, maka benda itu lebih memungkinkan berada di bronkus kanan di bandingkan bronkus kiri karena arah dan lebarnya (Muttaqin, 2012).
Bronkiolus masuk ke dalam lobus dan bercabang lebih banyak dengan diameter 0,5 mm. Pernapasan bronkiolus membuka dengan cara memperluas ruangan pembuluh alveoli dimana terjadi pertukaran udara (oksigen dengan karbon dioksida) (Syaifuddin, 2016). Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu bronchioles. Bronchiolus pada akhirnya akan mengarah pada bronchioles terminal. Di bagian akhir bronchioles terminal terdapat sekumpulan alveolus, kantung udara kecil tempat dimana terjadi pertukaran gas (Sherwood, 2010).
- Paru-paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga lobus di paru sebelah kanan dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara kedua paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan tempat bagi jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran pelindung tipis yang disebut pleura parietal dan visceral. Pleura parietal membatasi dinding toraks sedangkan visceral pleura membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua pleura terdapat lapisan tipis cairan pelumas.
- Fisiologi
Respirasi adalah suatu peristiwa ketika tubuh kekurangan oksigen (O2) dan O2 yang berada di luar tubuh dihirup (inspirasi). Pada keadaan tertentu tubuh kelebihan karbon diksida (CO2), maka tubuh berusaha untuk mengeluarkan kelebihan tersebut dengan menghembuskan napas (ekspirasi) sehingga terjadi suatu keseimbangan antara O2 dan CO2 di dalam tubuh (Tortora dan Derrickson, 2014).
Sistem respirasi berperan untuk menukar udara ke permukaan dalam paru. Trakea dapat melakukan penyaringan, penghangatan, dan melembapakan udara yang masuk. Hantaran tekanan menghasilkan udara ke paru melalui saluran pernapasan atas. Tekanan ini berguna untuk menyaring, mengatur udara, dan mengubah permukaan saluran napas bawah (Syaifuddin, 2012).
Proses pernapasan berlangsung melalui beberapa tahapan, yaitu:
- Ventilasi paru, yang berarti pertukaran udara antara atmosfer dan alveolus paru
- Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah
- Pengangkutan oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel jaringan tubuh (Guyton, 2019).
Udara bergerak masuk dan keluar paru karena adanya selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Diantaranya itu perubahan tekanan intrapulmonar, tekanan intrapleural, dan perubahan volume paru (Guyton, 2019).
- Ventilasi
Peristiwa masuk dan keluarnya udara ke dalam paru (Sherwood, 2018).
- Inspirasi dan Ekspirasi
Keluar masuknya udara pernapasan terjadi melalui 2 proses mekanik, yaitu :
- Inspirasi : proses aktif dengan kontraksi otot-otot inspirasi untuk menaikkan volume intratoraks, paru-paru ditarik dengan posisi yang lebih mengembang. Jaringan paru akan semakin teregang, tekanan dalam saluran pernapasan menjadi negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru.
- Ekspirasi : proses pasif dimana elastisitas paru (elastic recoil) menarik dada kembali ke posisi ekspirasi, tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang, tekanan dalam saluran pernapasan menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru, dalam hal ini otot-otot pernapasan berperan. Namun, pada awal ekspirasi, sedikit kontraksi otot inspirasi masih terjadi. Kontraksi ini bertujuan untuk meredam daya recoil paru dan memperlambat ekspirasi (Sherwood, 2012).
- Volume dan Kapasitas Paru
Volume dan kapasitas paru merupakan gambaran fungsi ventilasi sistem pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas fungsi paru dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya kelainan fungsi paru (Sherwood, 2018).
- Volume Paru
- Volume Tidal
Volume udara yang masuk atau keluar paru selama satu kali bernapas. Nilai rerata pada kondisi istirahat = 500 mL
- Volume Cadangan Inspirasi (VCI)
Volume udara tambahan yang dapat secara maksimal dihirup di atas volume tidal istirahat. VCI dicapai oleh kontraksi maksimal diafragma dna otot inspirasi tambahan. Nilai rerata = 3.000 mL
- Kapasitas Inspirasi (KI)
Volume udara maksimal yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi tenang normal (KI = VCI + VT). Nilai rerata = 3.500 mL
- Volume Cadangan Ekspirasi (VCE)
Volume udara tambahan yang dapat secara aktif dikeluarkan dengan mengontraksikan secara maksimal otot-oto ekspirasi melebihi udara yang secara normal dihembuskan secara pasif pada akhir volume tidak istirahat. Nilai rerata = 1.000 mL
- Volume Residu (VR)
Volume udara minimal yang tertinggal di paru bahkan setelah ekspirasi maksimal. Nilai rerata = 1.200 mL. volume residu tidak dapat diukur secara langsung dengan spirometer karena volume udara ini tidak keluar dan masuk paru. Namun, volume ini dapat ditentukan secara tidak langsung melalui teknik pengenceran gas yang melibatkan isnpirasi sejumlah gas yang tak berbahaya misalnya helium.
- Kapasitas Paru
Kapasitas paru merupakan jumlah oksigen yang dapat dimasukkan ke dalam paru seseorang secara maksimal. Jumlah oksigen yang dapat dimasukkan ke dalam paru akan ditentukan oleh kemampuan compliance sistem pernapasan. Semakin baik kerja sistem pernapasan berarti volume oksigen yang diperoleh semakin banyak. Semakin baik kerja sistem pernapasan berarti volume oksigen yang diperoleh semakin banyak.
- Kapasitas residu fungsional (KRF)
Volume udara di paru pada akhir eskpirasi pasif normal (KRF = VCE + VR). Nilai rerata = 2200 mL
- Kapasitas Vital (KV)
Volume udara maksimal yang dapat dikeluarkan dalam satu kali bernapas setelah inspirasi maksimal. Subjek pertama-tama melakukan inspirasi maksimal lalu ekspirasi maksimal (KV = VCI + VT + VCE). KV mencerminkan perubahan volume maksimal yang dapat terjadi pada paru. Nilai rerata = 4.500 mL.
- Kapasitas Paru Total (KPT)
Volume udara maksimal yang dapa ditampung oleh paru (KPT = KV + VR). Nilai rerata = 5.700 mL.
- Volume Ekspirasi Paksa dalam satu Detik (VEP1)
Volume udara yang dihembuskan selama detik pertama ekspirasi dalam penentuan KV. VEP1 berkisar 80% dari KV yaitu dalam keadaan 80% udara yang dapat dihembuskan secara paksa dari paru yang telah mengembang maksimal dapat dihembuskan dalam satu detik. Pengukuran ini menunjukkan laju aliran udara paru maksimal yang dapat dicapai.
Ventilasi Paru dan Alveolar
- Ventilasi Paru
Ventilasi paru atau ventilasi per menit yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan dalam satu menit.
Pada volume tidal rerata 500 mL/napas dan kecepatan pernapasan 12 kali/ menit, ventilasi paru adalah 6000 mL atau 6 liter udara yang dihirup dan dihembuskan dalam satu menit pada kondisi istirahat.
- Ventilasi Alveolus
Tidak semua udara inspirasi masuk ke dalam alveoli. Dari sekitar 500 mL udara yang masuk (Volume tidal atau VT), sekitar 350 mL dapat mencapai alveoli dan 150 mL hanya sampai saluran nafas dan tidak pernah mencapai alveoli sehingga tidak ikut dalam pertukaran udara dengan darah. Hal ini disebut dengan anatomic dead space (VD).
Ventilasi alveolar (VA) adalah jumlah volume udara yang masuk alveoli per menit. Ventilasi alveolar lebih kecil dari pada volume respirasi semenit karena adanya udara yang tidak mencapai alveoli tapi tetap berada di dead space paru-paru.
Oleh karena itu, pada bernapas tenang ventilasi alveolus adalah 4.200 mL/menit, sementara ventilasi paru adalah 6.000 mL/menit (Sherwood, 2018).
- Difusi
Petukaran O2 darah alveoli ke dalam darah dan CO2 dari darah ke alveoli (Syahruddin, 2016). Pertukaran gas tersebut berlangsung secara difusi pasif sederhana O2 dan CO2 menuruni gradien tekanan parsial. Tidak terdapat mekanisme transport aktif untuk gas-gas tersebut (Guyton, 2019).
Tekanan parsial merupakan tekanan yang ditimbulkan secara independent oleh tiap-tiap gas dalam suatu campuran gas (Pgas). Tekanan parsial O2 dalam udara atmosfer (PO2) normalnya adalah 160 mmHg. Tekanan parsial CO2 atmosfer (PCO2) adalah 0,23 mmHg. Gradien tekanan parsial adalah perbedaan dalam tekanan parsial antara darah kapiler paru dan udara alveolus serta terdapat gradien tekanan parsial antara darah kapiler sistemik dan jaringan sekitar. Suatu gas selalu berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya dari daerah dengan tekanan parsial tinggi ke daerah dengan tekanan parsial yang lebih rendah.
Perbedaan dalam ventilasi, perfusi, dan rasio ventilasi-perfusi di bagian atas dan bawah paru yang disebabkan oleh efek gravitasi. Pada bagian atas paru menerima lebih sedikit udara dan darah daripada pada bagian bawah paru, tetapi pada bagian atas paru secara relative menerima lebih banyak udara daripada darah dan bagian bawah paru secara relatif menerima lebih sedikit udara daripada darah (Sherwood, 2018).
Tekanan parsial O2 dan CO2 di alveolus tidak sama dengan tekanan udara atmosfer karena udara segar yang masuk (setara dengan rata-rata 350 mL dari bagian volume tidal 500 mL) bercampur dengan sejumlah besar udara di dead space sebelumnya. Akibat pelembapan dan pertukaran udara alveolus yang rendah ini, PO2 alveolus rerata adalah 100 mmHg dibandingkan dengan PO2 atmosfer adalah 160 mmHg (Sherwood, 2018).
Gradien PO2 dan PCO2 melintasi kapiler paru, saat melewati paru, darah mengambil O2 dan menyerahkan CO2 dengan difusi menuruni gradien tekanan parsial yang terdapat antara darah dan alveolus. Ventilasi secara terus-menerus mengganti O2 alveolus dan mengeluarkan CO2 sehingga gradien tekanan parsial anatra darah dan alveolus dipertahankan. Darah yang masuk ke kapiler paru adalah darah vena sistemik yang dipompa ke dalam paru melalui arteri-arteri paru. Darah ini, yang baru kembali dari jaringan tubuh, relatif kekurangan O2 dengan PO2 400 mmHg, dan relative kaya CO2 dengan PCO2 46 mmHg. Sewaktu mengalir melalui kapiler paru, darah ini terpanjan ke udara alveolus. PO2 alveolus pada 100 mmHg adalah lebih tinggi daripada PO2 40 mmHg di darah yang masuk ke paru, O2 berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya dari alveolus ke dalam darah. Sewaktu meninggalkan kapiler paru, darah memiliki PO2 sama dengan PO2 alveolus yaitu 100mmHg (Sherwood, 2018).
Gradien tekanan parsial untuk CO2 memiliki arah berlawanan. Darah yang masuk ke kapiler paru memiliki PCO2 46 mmHg, sementara PCO2 alveolus hanya 40 mmHg. Karbondioksida berdifusi dari darah ke dalam alveolus hingga PCO2 darah seimbang dengan PCO2 alveolus, oleh karena itu darah yang meninggalkan kapiler paru memiliki PCO2 40 mmHg. Setelah meninggalkan paru, darah, yang kini memiliki PO2 100 mmHg dan PCO2 40 mmHg, kembali ke jantung dan kemudian dipompa ke jaringan tubuh sebagai darah arteri sistemik. Darah yang kembali ke paru dari jaringan tetap mengandung O2 (PO2 darah vena sistemik = 40 mmHg) dan darah yang meninggalkan paru tetap CO2 (PCO2 darah arteri sistemik = 40 mmHg). Tambahan O2 yang dibawa oleh darah melebihi yang normalnya diserahkan ke jaringan mencerminkan cadangan O2 yang dapat segera diambil oleh sel-sel jaringan seandainya kebutuhan O2 meningkat. Jumlah O2 yang diserap di paru menyamai jumlah yang diekstraksi dan digunakan oleh jaringan (Sherwood, 2018).
- Perfusi
Oksigen yang diserap oleh darah di paru harus diangkut ke jaringan untuk digunakan oleh sel. Sebaliknya, CO2 yang diproduksi di tingkat sel harus diangkut ke paru untuk dikeluarkan. O2 dalam darah diangkut dalam keadaan terikat oleh haemoglobin.
Oksigen yang terikat ke haemoglobin, dimana haemoglobin merupakan suatu molekul protein yang mengandung besi dan terdapat di dalam sel darah merah, dapat membentuk ikatan yang longgar dan mudah berkombinasi reversible dengan O2. Ketika tidak berikatan dengan O2, Hb disebut sebagai haemoglobin tereduksi atau deoksihemoglobin sedangkan ketika berikatan dengan O2 disebut oksihemoglobin (HbO2) :
PO2 adalah factor utama yang menentukkan persen saturasi hemoglobin. Masing-masing dari keempat atom besi di dalam bagian heme sebuah molekul hemoglobin dapat berikatan dengan satu molekul O2, sehingga setiap molekul Hb dapat membawa hingga empat molekul O2. Hemoglobin dianggap jenuh ketika semua Hb yang ada membawa O2 secara maksimal. Persen saturasi oksigen hemoglobin (%Hb), suatu ukuran seberapa banyak Hb yang ada berikatan dengan O2, dapat bervariasi dari 0% hingga 100% (Martini, 2012).
Faktor terpenting yang menentukkan % saturasi Hb adalah PO2 darah, yang pada gilirannya berkaitan dengan konsentrasi O2 yang secara fisik larut dalam darah. Menurut hokum aksi massa, jika konsentrasi satu bahan yang terlibat dalam suatu reaksi reversible meningkat, reaksi terdorong ke arah yang berlawanan. Sebaliknya jika konsentrasi satu bahan kurang, reaksi akan terdorong kea rah sisi tersebut. Dengan mnerapkan hokum tersebut, Hb dan O2 ( Hb + O2 Û HbO2), ketika PO2 darah meningkat, seperti di kapiler paru, reaksi akan bergerak kearah sisi kanan persamaan, meningkatkan pembentukkan HbO2 (peningkatan %saturasi Hb). Ketika PO2 darah turun, seperti di darah kapiler sistemik, reaksi terdorong kea rah sisi kiri persamaandan oksigen dibebaskan dari Hb karena Hb O2 (Sherwood, 2018).
SIMPULAN
Sistem kardiovaskuler memiliki salah satu fungsi utama untuk mentransportasikan oksigen zat-zat lain ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbondioksida ke paru-paru dan hasil metabolisme tubuh ke ginjal untuk di ekskresikan. Sirkulasi jantung dibagi menjadi dua, sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmoner. Proses alur sirkulasi berjalan bersamaan. Sirkulasi sistemik dimulai dari darah teroksigenasi yang dipompa dari ventrikel kiri ke seluruh tubuh hingga darah yang mengandung karbon dioksida dari tubuh kembali ke jantung. Dilanjutkan dengan sirkulasi pulmoner, yang membawa darah yang mengandung karbon dioksida dari ventrikel kanan menuju ke paru untuk proses difusi pertukaran gas karbon dioksida dengan oksigen hingga darah yang telah teroksigenasi kembali ke jantung. Sehingga siklus jantung berlanjut agar tercapai kondisi homeostasis tubuh. Sistem sirkulasi sangat penting dalam proses pembedahan dan dapat menentukan keberhasilan prosedur pembedahan maupun anestesi. Oleh karena itu perlu dilakukan monitoring kondisi hemodinamik pasien secara ketat dengan memantau tekanan darah, kekuatan nadi, irama denyut nadi, saturasi oksigen, dan kelistrikan jantung.
Respirasi merupakan menghirup oksigen (inspirasi) dan mengeluarkan karbondioksida (ekspirasi). Proses pernapasan diantaranya ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi terdiri dari inspirasi dan ekspirasi, volume dan kapasitas paru serta ventilasi paru dan alveolar. Difusi merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah yang dipengaruhi oleh tekanan parsial. Pertukaran gas dipengaruhi oleh gradien tekanan parsial dimana apabila terdapat perbedaan tekanan antara udara alveolus dengan kapiler paru dan perbedaan tekanan gas di darah kapiler dengan jaringan atau sel. Pertukaran gas dari tekanan parsial tinggi menuju tekanan parsial rendah. PO2 di alveolus sama dengan PO2 kapiler pulmo, serta PO2 di kapiler sistemik sama dengan PO2 di jaringan atau sel. Perfusi merupakan pengangkutan oksigen dan karbondioksida dalam darah ked an dari sel jaringan tubuh. Pengangkutan oksigen oleh haemoglobin menuju jaringan atau sel yang akan digunakan untuk metabolisme. Haemoglobin dapat mengikat empat molekul oksigen, sehingga factor terpenting untuk menentukkan % saturasi Hb adalah PO2. PO2 di kapiler paru memiliki tingkat PO2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan PO2 di kapiler sistemik. (Ed.web.goens GN)