KEWASPADAAN TERHADAP DEMAM BERDARAH DENGUE

KEWASPADAAN TERHADAP DEMAM BERDARAH DENGUE

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Perkenalkan Nama Saya Maulana Rizqi Yuniar, oleh rekan-rekan saya biasa dipanggil kiki. Saya bekerja sebagai dokter umum Non-PNS di RSUD Ajibarang sejak pertengahan tahun 2017. Sebagai dokter umum, saya ditempatkan di Instalasi Gawat Darurat, terkadang diperbantukan juga bekerja di ruang rawat inap sebagai dokter jaga bangsal yang bertempat di ICU serta memvisit pasien di hari libur.

Sekarang adalah bulan februari, musim penghujan sudah memasuki bulan ke empat, karena Indonesia adalah negara Tropis, pergantian musim akan berpengaruh pada  variasi penyakit yang sering muncul. Sebagai Dokter yang bekerja di IGD, hal tersebut juga saya pertimbangkan dalam menscreening pasien dengan demam yang datang ke RSUD Ajibarang. Saat bekerja di IGD, akhir-akhir ini sering saya jumpai kasus demam dengan onset akut yang disertai penurunan keadaan umum dan vital sign serta penurunan angka trombosit yang diderita baik pada usia dewasa maupun anak. Begitupun saat saya bekerja di ruang rawat inap, sejak 1 bulan terkahir sudah 2x pasien dengan demam yang sampai di rawat di Intensive Care Unit (ICU).  Pada tulisan saya ini saya akan membahas penyakit demam berdarah sebagai salah satu kegawatan yang mengancam nyawa.

LATAR BELAKANG

Menurut WHO (2009), sekitar 50 juta penduduk di seluruh dunia terinfeksi virus dengue setiap tahunnya dan 25.000 mengalami kematian akibat infeksi virus tersebut. Oleh sebab itu virus dengue merupakan salah satu penyakit viral yang ditularkan artropoda yang paling diwaspadai. Sebanyak 2,5 miliar penduduk dunia diperkirakan tinggal di daerah dengan risiko tinggi terjadinya transmisi penularan demam berdarah. Hal tersebut juga merupakan penyebab utama tingginya morbiditas dan mortalitas pada anak di beberapa negara Asia1. Sebagian besar kasus yang dapat bersifat berat dan apat terjadi kematian pada anak usia kurang dari 15 tahun2.

Data epidemi pertama yang dilaporkan berasal dari Perancis, India Barat pada abad ke-17, namun pada masa itu Asia Tenggara masih bersifat pandemi akibat gangguan ekologi karena Perang Dunia II. Selama beberapa dekade terakhir, kejadian ini meningkat secara bertahap dan dikaitkan dengan beberapa faktor, termasuk perubahan demografi global dan terkait dengan urbanisasi yang tidak terkendali serta pertumbuhan populasi yang tinggi, kepadatan penduduk dengan sanitasi yang buruk, masalah infrastruktur, kurangnya program pencegahan transmisi epidemi, dan kurangnya upaya pengendalian nyamuk. Sebagian besar kasus di Amerika Serikat terjadi akibat penyebaran dari negara lain. Saat ini, demam berdarah adalah penyebab terbanyak dari demam pada wisatawan-wisatawan yang kembali dari daerah berisiko tinggi seperti Karibia, Amerika Tengah, dan Asia Tengah.1

Daerah yang berbatasan dengan Meksiko dan negara bagian tenggara melayani sebagai relung untuk kasus impor dan lokal yang diperoleh dari dengue karena migrasi penduduk. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Aedes aegypti dan Aedes albopictus adalah vektor didirikan pada daerah-daerah tersebut dan merupakan ancaman potensial untuk transmisi dengue di seluruh Amerika Serikat.1

Demam berdarah disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang infektif. Diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium. Sindrom klinis utama meliputi: 1) demam yang tidak khas/ demam klasik, 2) demam dengue, 3) demam berdarah dengue (DBD), dan 4) dengue shock syndrome (DSS). Kebanyakan kasus biasanya bersifat ringan. Namun tingkat kematian kasus DBD bisa mencapai 20% jika tidak diobati dengan tepat atau pada waktu yang tepat. Hal ini memungkinkan bahwa kasus DBD yang dilaporkan di Amerika Serikat sering termasuk sebagai diferensial diagnosis pada wisatawan yang kembali dari daerah endemik. 3,4 

DEFINISI

Demam berdarah Dengue (DBD) adalah demam akibat infeksi virus dengue dengan manifestasi klinis berupa: demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, dan terdapat manifestasi perdarahan serta dengan adanya hemokonsentrasi dan penurunan jumlah trombosit.3

ETIOLOGI

Virus dengue merupakan arbovirus yang termasuk famili flavivirus dengan empat serotipe yang berbeda (DEN-1, -2, -3, dan -4 ). Klasifikasi didasarkan pada karakteristik biologis dan imunologi. Karena tidak ada proteksi-silang antara serotipe yang berbeda, kekebalan seumur hidup diperoleh hanya setelah infeksi dari masing-masing jenis. Oleh karena itu, orang yang tinggal di daerah endemik mungkin terinfeksi lebih dari sekali dengan serotipe yang berbeda. Variasi genetik dalam setiap serotipe mengakibatkan kapasitas virulensi yang berbeda pula serta potensi wabah yang dapat mengakibatkan epidemi oleh serotipe yang sama di tahun dan lokasi yang berbeda. Setelah infeksi berulang, dapat terjadi DBD hingga DSS 1

Gambar 1. Perjalanan DBD

Respon antibody terhadap infeksi akan memicu terbentuknya antibody, yaitu IgM dan IgG yang memiliki nilai diagnostic untuk DBD. IgM are pada hari ke 3-5 setelah gejala pertama kali muncul, kemudian meningkat perlahan pada minggu kedua dan tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan. IgG terdeteksi dengan kadar yang rendah pada akhir minggu pertama, kemudian meningkat dan menetap untuk periode waktu yang lama (beberapa tahun). Karena IgM muncul lambat, biasanya setelah hari kelima demam, uji serologis dilakukan setelah 5 hari demam, jika diperiksa lebih awal maka hasilnya akan negatif4.

SIKLUS HIDUP NYAMUK

Aedes aegypti adalah vektor utama yang bertanggung jawab untuk transmisi virus dengue; vektor lain diantaranya adalah A. albopictus, A. polynesiensis, dan A.niveus. A. aegypti terutama aktif di siang hari. Nyamuk ini banyak ditemukan dalam genangan air yang muncul akibat sanitasi yang buruk atau infrastruktur lain seperti guci, piring, pot bunga, wadah kaca, dan lemari. Meskipun transmisi terjadi sepanjang tahun, namun musim hujan dapat menciptakan habitat ideal untuk pertumbuhan larva dan merupakan ekologis yang cocok untuk sarang nyamuk dan endemisitas berikutnya. 1

Siklus hidup dimulai ketika nyamuk betina yang terinfeksi
mengambil darah dari orang yang terinfeksi selama fase viremia. Dalam sistem pencernaan nyamuk, virus bereplikasi selama 8 sampai 12 hari (Masa inkubasi ekstrinsik). Pada saat itu gigitan nyamuk bersifat infektif lagi, dan alan menginfeksikan virus ke orang lain dengan menyuntikkan cairan ludah nyamuk. 1

Setelah virus berada dalam tubuh manusia, masuk organ target dan dilepaskan ke dalam darah (masa inkubasi intrinsik). Gejala muncul 3 sampai 14 hari setelah inokulasi dan dapat bertahan hingga 7 hari. Oleh sebab itu Demam dengue tidak harus menjadi diferensial diagnosis pada pasien dengan demam lebih dari 2 minggu setelah meninggalkan daerah endemis DBD. 1

PATOFISIOLOGI dan MANIFESTASI KLINIS

Beberapa teori mengungkapkan bahwa pada infeksi dengue terjadi reaksi antigen-antibodi yang memicu pembentukan kompleks imun sehingga terbentuk komplemen. Komplemen-komplemen tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi kebocoran plasma, dan pada keadaan lanjut dapat terjadi syok hipovolemia hingga kematian.

Patofiologi DBD

Manifestasi klinis infeksi virus dengue pada anak-anak dapat bervariasi, mulai dari asimptomatik hingga syok bahkan kematian. 1

  1. Masa Undifferentiated fever (demam yang tidak khas)

Pasien mengalami gejala ringan, seperti flu yang nonspesifik. Pola semacam ini biasanya terjadi selama infeksi primer virus dengue dan mungkin merupakan manifestasi klinis yang paling umum. 1

  1. Demam dengue.

Demam dengue klasik ditandai dengan  demam tinggi mendadak (suhu 38,9°C-40,6°C) disertai dengan sakit kepala (nyeri terutama retroorbital yang memburuk dengan gerakan mata), mialgia berat, arthralgia, mual/muntah, sensasi rasa pengecapan yang berubah (terasa seperti logam), dan kadang-kadang muncul ruam kulit. Gejala lain yang dikeluhkan pasien dapat meliputi rasa pegal-pegal pada tubuh dan punggu terasa sakit, serta atralgia yang biasa disebut sebagai “break bone fever” (demam tulang istirahat). 1

Demam dapat berlangsung 2 hari hingga 1 minggu dan kadang-kadang digambarkan dengan dua puncak demam atau menjadi "pelana kuda" yaitu, pada hari ke-2 sampai ke-5 demam diikuti dengan 1 sampai 2 hari penurunan suhu badan sampai yg normal, dan kemudian suhu akan naik lagi. 1

Dapat ditemukan ruam eritematosa, makula, atau makulopapular, dan limfadenopati. Bayi dan anak-anak biasanya memiliki gejala yang nonspesifik seperti demam, pilek, muncul ruam kulit, dan diare, pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa memiliki gejala seperti “break bone fever”, seperti yang dijelaskan sebelumnya.

  1. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Kebanyakan pasien yang mengalami demam dengue sembuh. Jarang  yang berlanjut dengan manifestasi klinis seperti kejang, paresis, meningitis, dan perubahan status mental yang dapat meliputi kelesuan, mengantuk, hingga koma. DBD merupakan kondisi dimana demam dengue disertai manifestasi perdarahan sebagai bukti kebocoran plasma. 1

DBD dimulai dengan demam tinggi mendadak yang berlangsung 2 sampai 7 hari, disertai menggigil, gejala konstitusional seperti flu, dan wajah memerah. Demam akan turun sebagai akibat kebocoran plasma. Manifestasi lain akibat kebocoran plasma dapat berupa asites, efusi pleura (biasanya kanan), dan pada keadaan yang jarang dapat ditemukan efusi pericardial yang memiliki angka mortalitas yang tinggi. 1

Jika tidak diobati, kondisi penderita dapat memburuk dengan cepat sampai sangat berat (syok) dan dapat terjadi kematian dalam hitungan jam. Manifestasi perdarahan pada DBD berupa perdarahan kulit seperti ptekie, purpura, ekimosis; perdarahan membrane mukosa (epistaksis, perdarahan gingiva), dan perdarahan gastrointestinal, vagina, dan saluran kemih. Manifestasi ini biasanya terjadi setelah demam turun, dengan gastrointestinal menjadi lokasi yang paling banyak dijumpai mengalami manifestasi perdarahan. 1

Secara umum gejala yang harus ada pada pasien DBD adalah sebagai berikut:

  • Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari
  • Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
  • Uji bendung positif
  • Petekie, ekimosis, purpura
  • Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
  • Hematemesis dan atau melena
  • Pembesaran hati
  • Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah.
  1. Dengue syok sindrom (DSS)

Kriteria DSS5:

  1. Takikardia, akral dingin, capillary refill lambat, nadi lemah, letargi atau gelisah.
  2. Tanda penurunan perfusi otak.
  3. Nadi ≤20 mmHg dengan peningkatan tekanan diastolik, misal 100/80 mmHg.
  4. Hipotensi sesuai usia: sistolik <80 mmHg untuk usia <5 tahun atau 80-90 mmHg untuk anak dan dewasa

TATALAKSANA

  1. Manajemen Umum Penderita Dengue Fever dan DBD1

Terapi bersifat suportif. Demam dikontrol dengan pemberian paracetamol. Agen anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) harus dihindari karena bersifat antikoagulan dan berisiko mengalami Sindrom Reye pada anak-anak. Sebagian besar kasus demam dengue hanya bersifat ringan dan biasanya hanya sebagai demam yang tidak khas atau demam dengue klasik. Terapi cairan dan bedrest merupakan penatalaksanaan utama. Pasien tidak perlu mendapat cairan intravena kecuali adanya muntah yang berat, dehidrasi, perdarahan, perubahan status mental, gangguan klinis lain serta adanya bukti DBD atau DSS. 1

Pasien Dengue Fever dapat dikelola sebagai pasien rawat jalan jika tidak terdapat penurunan vital sign, perdarahan dan hematokrit yang tidak meningkat. Namun jika terdapat manifestasi penurunan vital sign, perdarahan apalagi syok maka pasien harus dirawat atau bahkan di tempatkan intensive Care Unit (ICU), dengan pemantauan hematologi, kardiovaskular dan cairan serta status elektrolit. Transfusi trombosit pada DBD masih controversial dan transfuse hanya diperlukan pada pasien yang ditemukan mengalami trombositopenia berat atau dengan manifestasi perdarahan. Jika mendiagnosis banding demam dengue fase akut (0-5 hari) dan fase penyembuhan (14-21 hari) harus dilakukan uji serologi dan isolasi virus. 1

  1. Manajemen Khusus Penderita DBD3
    1. Tatalaksana di Bangsal Perawatan
      1. Manajemen fase demam

Penanganan pada fase demam meliputi pemberian intake cairan yang adekuat baik per-oral maupun par-enteral (IV) dan istirahat yang cukup. Total cairan yang diberikan meliputi jumlah keseluruhan cairan oral dan parenteral yang disesuaikan dengan derajat dehidrasi. Jika dehidrasi telah terkoreksi, maka cairan infuse dikurangi. Pada hari ketiga perawatan (hari ketiga demam), intake cairan harus diperhatikan karena penderita mungkin akan memasuki fase kritis. Paracetamol diberikan dengan dosis 10-15 mg/Kg/kali jika demam dan tidak melebihi 60 mg/Kg/24jam. Menghindari semua jenis NSAID lain dan steroid.3

  1. Monitoring selama fase demam

Monitoring selama fase demam meliputi pemantauan suhu tiap 4 jam; tanda vital (nadi, tekanan darah), capillary refill tiap 3 jam; intake dan output cairan; pemeriksaan darah lengkap (diperiksa dua kali sehari jika trombosit <150.000/mm3), dan hematokrit 1 atau 2 kali perhari.3

  1. Tatalaksana fase kritis
    1. Kunci fase kritis

Fase kritis adalah fase dimana terjadi kebocoran plasma dengan jumlah trombosit <100.000/mm3 (indikator dini kebocoran plasma fase kritis). Selama fase kritis terjadi kebocoran plasma yang dapat menyebabkan terjadinya syok, diikuti dengan perdarahan, kegagalan organ hingga kematian. Fase kritis terjadi pada akhir fase demam (hari ketiga) yang biasanya hari keempat dan kelima, namun kadang adapula yang muncul pada hari ketujuh. Dua hari pertama fase kritis merupakan yang paling ekstrim. Penurunan suhu yang mendadak dapat merupakan petunjuk terjadinya fase kritis atau kemungkinan terjadinya syok.3

  1. Deteksi dini fase kritis

Deteksi dini dilakukan dengan monitoring jumlah trombosit, jika <100.000/mm3 maka hal ini merupakan petunjuk dimulainya fase kritis. Peningkatan hematokrit yang progresif (>20%) juga dapat merupakan indicator fase kritis. Namun pada penderita yang mendapatkan terapi cairan intravena atau pasca mengalami perdarahan mungkin peningkatan hematokrit sering tidak dapat dideteksi. Untuk itu harus diketahui baseline dari hematokrit, misal hematokrit diketahui sebesar 35%, kemudian pada pemeriksaan berikutnya manjadi 42%, maka terjadi peningkatan hematokrit 7% (<20%). Pada radiologis kadang ditemukan kebocoran plasma yang tampak sebagai efusi pleura, atau asites.

  • Monitoring selama fase kritis

Monitoring khususnya pada intake cairan baik oral maupun intravena dan harus diamati parameter yang meliputi: pulsasi, tekanan darah, tekanan nadi (dipertahankan 30 mmHg selama fase kritis), capilarry refill, akral, laju pernafasan, output urin (dalam ml/kg/hari, dengan maintain: 0,5-1 ml/kg/hjam). Kateter diindikasikan pada semua penderita dengan resiko tinggi, syok, komplikasi, atau DBD.4

  1. Manajemen cairan pada fase kritis

Rekomendasi pemberian cairan tanpa syok3,6

  • Pemberian cairan intravena pada penderita dengan syok

Tanda syok: akral dingin, capillary refill >2 detik, takikardia, peningkatan tekanan diastolic, dan tekanan nadi ≤20 mmHg. Penderita diberikan resusitasi dengan sesuai grafik dibawah ini kemudian cairan resusitasi diturunkan secara bertahap selama 24 jam. 

Rekomendasi pemberian cairan dengan Syok2,7

Tatalaksana DBD dengan Syok   menurut WHO (2011):


 

 

Algoritma tatalaksana DSS5

Terapi tambahan

Terapi tambahan meliputi transfusi trombosit dan rekombinan faktor VIII. Transfusi trombosit tidak direkomendasikan untuk profilaksis, trombosit 50-150 ml/pack tidak selalu digunakan karena dikhawatirkan terjadi overload, dan hanya diberikan jika benar-benar dibutuhkan dan berdasarkan keputusan konsultan di bidangnya. Meskipun trombosit <20.000/mm3 namun tidak ada perdarahan yang signifikan, maka tidak diberikan trombosit. Rekombinan faktor VIII juga diberikan hanya pada kondisi tertentu misalnya pada ulkus peptikum, trauma dan lain-lain. Penggunaan steroid dan atau immunoglobulin tidak direkomendasikan.

Manajemen fase konvalesen

Perbaikan keadaan pasien dinilai dari perbaikan manifestasi klinis, yang terutama meliputi keadaan umum dan kesadaran, status hemodinamik (dengan perfusi perifer yang membaik serta tanda vital yang mulai stabil), dan penurunan hilai hematokrit dalam batas normal. Jika telah terjadi perbaikan (konvalesen), cairan intravena dihentikan. Jika telah terjadi hipervolemia dapat terjadi efusi massif dan asites, untuk itu dapat diberikan diuretik (sekaligus mencegah edema pulmonal). Hipokalemia harus dikoreksi selama penggunaan diuretik. Dengan rash (ruam) konvalesen yang ditemukan pada 20-30% pasien, biasanya pada ekstremitas.

Tanda recovery.

Pulsasi, tekanan darah dan laju pernafasan mulai stabil, suhu normal, tidak ada bukti perdarahan internal maupun eksternal, kembali sadar, tidak ada muntah dan nyeri perut, output urin cukup, hematokrit dalam batas normal, serta dengan ditemukannya ruam kulit (biasanya di ekstremitas) yang menunjukkan fase konvalesen.

Kriteria perbaikan pasien.

  • Bebas demam dalam 24 jam tanpa antipiretik
  • Kembali sadar
  • Perbaikan klinis
  • Urin output cukup
  • Minimal membaik selama 2-3 hari setelah recovery syok
  • Tidak ada distress respirasi akibat efusi pleura dan tidak ada asites
  • Trombosit >50.000/mm3. Jika tidak, pasien direkomendasikan untuk menghindari aktifitas yang dapat menyebabkan trauma minimal selama 1-2 minggu hingga angka trombosit normal. Pada kebanyakan kasus tanpa komplikasi, angka trombosit normal selama 3-5 hari.

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

Pencegahan dan pengendalian meliputi mengidentifikasi lokasi endemis DBD sehingga jika seseorang ke tempat endemis maka dapat dilakukan pencegahan dengan cara menggunakan selimut saat tidur, tidak membuat atau menaruh barang bekas atau wadah yang dapat menampung genangan air sehingga nyamuk aedes dapat berkembang biak. Memakai pakaian panjang terutama pada pagi dan sore karena merupakan waktu aktifitas nyamuk aedes. 1

KESIMPULAN 

  1. Dengue Fever dan DBD merupakan penyakit infeksi viral yang disebarkan oleh arthropod melalui gigitan oleh nyamuk betina yang infektif (Aedes).
  2. Semua tingkatan usia bisa dari anak sampai lansia bisa terkena penyakit Dengue Fever dan DBD
  3. Spectrum infeksi virus dengue meliputi: undifferentiated fever, demam dengue, DBD dan DBD dengan Syok atau DSS
  4. DBD dan syok harus ditangani dengan cepat dan tepat, jika diperlukan perawatan dapat diberikan di HCU atau ICU untuk mencegah morbiditas dan mortalitas lebih berat.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Kaushik, Ashlesha., Pineda, Carol., Kest, Helen. 2010. Diagnosis and Management of Dengue Fever in Children. Pediatric In Review 31:28-35 
  1. World Health Organization. 2008. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. Publication No. 117. Geneva, Switzerland: World Health Organization. 
  1. Centers for Disease Control and Prevention. Travel-associated dengue—United States, 2005.MMWRMorb Mort Wkly Rep. 2006; 55:700–702 
  1. Centers for Disease Control and Prevention. Travel-associated dengue infections, 2001–2004. MMWR Morb Mort Wkly Rep. 2005;54:556–558. 
  1. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever:Revised and expanded. India. WHO publish. 2:1-67. 
  1. Fernando, LakKumar. Waidyanatha, Samantha. 2012. In: Rathish (ed). Guidelines on Management of Dengue Fever & Dengue Haemorrhagic Fever In Children and Adolescents. In Collaboration with the Sri Lanka College of Paediatricians. 
  1. Division of Vector Borne Infectious Disease. 2008. Dengue Fever. Atlanta, Ga: Centers for Disease Control and Prevention.

 oleh : dr. Maulan Rifki Yuniar

 

Related Posts

Komentar