IN HOUSE TRAINING PATIENT SAFETY AND RIST MANAGEMEN II SAFETY CULTURE

IN HOUSE TRAINING PATIENT SAFETY AND RIST MANAGEMEN II SAFETY CULTURE

AJIBARANG – Mendekati proses survai akreditasi Lars DHP, RSUD AJIBARANG mulai berbenah dengan melakukan Refres akreditasi. Salah satunya dengan melakukan In House Training Patient Safety And Rist Managemen “Safety Culture” yang bekerja sama dengan Komite Mutu Sub Komite keselamatan pasien dan sub komite rist managemen dengan Instalasi Diklat dan PSDM.

 

Dr Baiq Arnani Vandary Mewakili Bapak Direktur mengucapkan terima kasih kepada Komite Mutu khususnya sub komite keselamatan pasien dan sub komite manajamen resiko. Terima kasih atas kehadiran ini semoga dapat memberikan manfaat.

"Mari kita ikuti acara ini dengan baik karena dalam melakukan manajemen resiko dengan baik dapat mencegah terjadinya kesalahan. Mutu dan keselamatan pasien menjadi yg utama" Pungkasnya

Dr Igun selaku ketua komite Mutu RS mengatakan bahwa manajemen Resiko sangat menunjang keselamatan pasien. Dalam manajemen resiko ada hal hal yg berhubungan seperti Quality of care.

Dalam elemen yg kedua yaitu emergency preparednes. Contohnya dalam memulai pelayanan yaitu dengan melakukan persiapan sebelum terjadinya kegawatan. Langkahnya seperti mengecek alat emergency di IGD, menyiapkan alat anestesi dengan baik.

Lanjut water and sanitation seperti kita menyiapkan alat dan saluran, air, handrub dengan baik akan memcegah terjadinya infeksi nosokomial. Limbah yg sudah terjaga dan penanganan yg terstruktur akan mengurangi tertusuk jarum, tidak adanya pembuangan sampah infeksius ke tempat sampah non infeksius.

Dari segi keuangan, dengan memanajemen resiko dengan baik, sistem keuangan RS akan terjaga dan case flow RS akan baik.

Dr. Inge Cahya Ramadhani  selaku ketua panitia IHT dan ketua Sub Komite Keselamatan Pasien mengatakan bahwa Pada hari ini, Kamis, 30 Juni 2022 dilakukan In House Training Patient Safety And Rist Managemen “Safety Culture” hari pertama.

Berdasarkan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit bahwa Keselamatan Pasien Rumah Sakit terbagi dalam 6 sasaran yaitu terdiri dari Ketepatan Identifikasi Pasien, Peningkatan Komunikasi Efektif, Peningkatan Keamanan Obat atau High Alert yang harus diwaspadai, Kepastian terhadap lokasi, prosedur dan pasien operasi, Pengurangan terhadap risiko infeksi, dan Pengurangan risiko jatuh.

SKP yang pertama yaitu Ketepatan Identifikasi Pasien. Dalam melakukan identifikasi pasien yang menjadi rujukan awal adalah E-KTP Pasien karena datanya lebih valid. Caranya dengan memberikan gelang identitas pasien yang terdiri dari 3 parameter yaitu Nama, Tanggal lahir dan Nomer Rekam Medis

Pasien diidentifikasi menggunakan tiga identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien. Identifikasi dilakukan secara verbal dan visual. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah atau produk darah, sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, sebelum pemberian pengobatan dan tindakan /prosedur, sebelum pemberian diit, dan Sebelum pelaksanaan prosedur radiologi diagnostic. Identifikasi juga dilakukan terhadap pasien koma dengan verbal (bertanya kepada keluarga pasien) dan visual (melihat gelang identitas). Gelang pasien terbagi menjadi 2 jenis, yaitu : Gelang Identitas terdiri dari Gelang biru (untuk laki-laki) dan Gelang pink/merah muda (untuk perempuan). Sedangkan gelang penanda terdiri dari Gelang Kuning (untuk pasien dengan resiko jatuh), Gelang merah (untuk pasien yang alergi obat tertentu), Gelang Ungu (untuk pasien dengan Do Not Resutiation), tuturnya.

SKP yang ke dua yaitu Peningkatan Komunikasi Efektif. Penatalaksanaan konsul merupakan salah satu bentuk komunikasi efektif yang hanya boleh dilakukan via telepon. Bagaimana cara melakukan komunikasi efektif denga cara SBAR.

Tata cara konsul dengan menggunakan teknik SBAR antara lain:

  1. Situation (Kondisi pasien saat itu)
  2. Background (Latar belakang riwayat kesehatan pasien)
  3. Assassment (hasil pemeriksaan fisik maupun penunjang)
  4. Recommendations (tindakan yang sudah dilakukan dan rekomendasi dari dari DPJP)

Setelah mendapat instruksi dari DPJP maka dilakukan teknik CABAK :

  1. Catat adalah Catat langsung instruksi DPJP pada lembar CPPT
  2. Baca adalah Bacakan kembali instruksi yang diberikan oleh DPJP
  3. Konfirmasi adalah Tanyakan kembali kepada DPJP apakah terapi yang dibaca sudah sesuai dengan instruksi lalu kemudian dicap CABAK dan mintakan tanda tangan DPJP < 24 jam

Selain itu ada Pelaporan hasil pemeriksaan diagnostik kritis meliputi :

  1. Hasil kritis laboratorium adalah Waktu standar adalah 30 menit setelah hasil keluar sampai ada instruksi tindakan dari DPJP
  2. Hasil kritis Radiologi adalah Waktu 30 menit setelah hasil dibacakan oleh dokter spesialis radiologi sampai ada instruksi tindakan dari DPJP
  3. Hasil Kritis Vital Sign adalah Penatalaksanaan dalam Early Warning System (EWS)

Komunikasi efektif berupa serah terima pasien (Hand Over)  didalam rumah sakit:

  1. Antar PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antara staf medis dan staf keperawatan, atau dengan staf klinis lainnya pada saat pertukaran Shift
  2. Antar berbagai tingkat layanan dirumah sakit seperti pasien dipindahkan dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat ke kamar operasi, dll
  3. Dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostic atau unit tindakan seperti radiologi atau unit terapi fisik.

SKP yang ke tiga yaitu Peningkatan Keamanan Obat atau High Alert yang harus diwaspadai. Setiap obat jika salah penggunaannya dapat membahayakan pasien, bahkan bahayanya dapat menyebabkan kematian atau kecacatan pasien, terutama obat-obat yang perlu diwaspadai. Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko yang meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan kerugian besar pada pasien.

“Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin. Lalu obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan sama (look a like), bunyi ucapan sama (sound a like), seperti Xanax dan Zantac atau hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga nama obat rupa ucapan mirip (NORUM); lalu elektrolit konsentra.” Terangnya.

SKP yang ke empat yaitu Kepastian terhadap lokasi, prosedur dan pasien operasi. Kepastian ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan dalam pembedahan. Sebelum dilakukan operasi maka dilakukan siste marking daerah operasi dan pastikan prosedur yang akan dilakukan serta ketepatan dalam pasien yang akan dioperasi.

SKP yang ke lima yaitu Pengurangan terhadap risiko infeksi. Pengurangan resiko infeksi ini dilakukan dengan bekerja sama dengan PPI yaitu membudayakan cuci tangan 5 momen dan 6 langkah cuci tangan.

SKP yang ke enam yaitu  Pengurangan risiko jatuh. Dalam pengurangan resiko jatuh kita gunakan standat morse scale untuk dewasa dan di atas 60 th menggunakan skala Ontario, sedangkan pada anak menggunakan humpy dumpty. Pada pasien rawat jalan menggunakan get up and go yaitu diberikan pita kuning pada lengan pasien yang mengalami gangguan dalam  mobilisasi. Sedangkan yang di rawat inap menggunakan gelang kuning dan atau segitiga jatuh warna kuning atau segitiga jatuh warna merah.

”Untuk jatuh sedang hanya dipasangi segitiga jatuh warna kuning sedangkan untuk jatuh tinggi mengunakan gelang kuning dan dipasangi segitiga jatuh warna merah yan dipasangkan pada side rail bed tempat tidur pasien.” Pungkasnya.

 

Ada sedikit Pantun :

 

Jaman purba ada dinosaurus

Jaman milenial ada buayaa

Kerja fokus dan safety harus

Jangan lupa patient safety nya yaaa

 

Diakhir acara, ia berpesan semoga yang disampaikan dapat bermanfaat untuk kita semua dan kita dapat memberikan pelayanan yang berprinsip pada sasaran keselamatan pasien dengan paripurna. (/gude).

 

Related Posts

Komentar