BATU SALURAN KEMIH
oleh: dr.Ika Tyas Agus Prastiwi / dr.Priyo Prasetyo, Sp.U
Ajibarang, Batu saluran kemih merupakan penyakit tersering di bidang urologi. Di negara berkembang seperti Indonesia angka batu saluran kemih terus meningkat. Belum terdapat data angka prevalensi batu saluran kemih nasional di Indonesia. Di beberapa negara di dunia berkisar antara 1-20%. Laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan perempuan yaitu 3:1 dengan puncak insiden terjadi pada usia 40-50 tahun.
Batu saluran kemih adalah pembentukan batu di saluran kemih yang meliputi batu ginjal, ureter, buli, dan uretra. Bila batu terletak pada ginjal dan ureter, keluhan yang dijumpai berupa pegal-pegal ataupun nyeri di daerah pinggang. Nyeri dapat menjalar ke perut, ke lipat paha dan daerah kemaluan. Keluhan ini dapat disertai air seni yang kemerahan, keruh ataupun keluar serpihan pasir/batu. Bila batu terletak pada kandung kemih, keluhan berupa nyeri di akhir berkemih ataupun kencing yang tiba-tiba berhenti. Batu uretra dapat menimbulkan nyeri sepanjang berkemih ataupun kesulitan berkemih.
Batu di saluran kemih terbentuk oleh berbagai faktor. Faktor itu meliputi faktor intrinsik, yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain:
- Keturunan; penyakit batu saluran kemih diduga diturunkan dari orangtuanya.
- Umur; paling sering pada usia 30-50th.
- Jenis kelamin; jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
- Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatan insiden batu saluran kemih.
- Diet; Konsumsi makanan yang banyak mengandung purin, kalsium dan oksalat.
- Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada seseorang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas fisik.
Untuk mengetahui adanya batu pada saluran kemih, selain memperoleh informasi dari keluhan yang didapat, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan di sekitar pinggang, perut, dan bila perlu alat kelamin. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan darah dan urin, ultrasonografi (USG) ginjal dan kandung kemih, dan pemeriksaan imaging seperti BNO-IVP (foto polos perut dan pielografi intravena) atau CT urografi.
Terapi batu saluran kemih saat ini sudah sangat modern. Berbagai pilihan alternatif terapi tersedia dengan berbagai indikasi, yaitu:
- Terapi konservatif
Observasi batu ginjal, terutama di kaliks, bergantung pada riwayat perjalanan penyakit. Rekomendasi observasi pada batu ginjal saat ini belum didukung literatur yang baik. Saat ini, suatu studi prospektif menyarankan dilakukan observasi tahunan untuk batu kaliks inferior asimptomatik ≤10 mm. Bila terdapat pertambahan ukuran batu, interval follow-up perlu diperpendek. Intervensi disarankan apabila batu bertambah ukurannya >5 mm.
Pasien yang pertama kali terdiagnosis batu ureter <5 mm, jika tidak ada indikasi pengangkatan batu, maka dapat dilakukan observasi dengan evaluasi berkala.
- Penembakan batu dari luar tubuh dengan ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi)
Merupakan prosedur pemecahan batu dengan menggunakan gelombang kejut. Batu dipecahkan menjadi butiran yang halus dan keluar bersama air seni. Prosedur ini dilakukan tanpa membuat luka (non invasif), tanpa pembiusan dan dapat dilakukan tanpa rawat inap. Prosedur ESWL dapat dilakukan pada batu ginjal, ureter dan buli-buli dengan ukuran kurang dari 2 cm dan fungsi ginjal yang baik. Untuk batu yang lebih besar dibutuhkan tindakan tambahan.
- Penghancuran batu dengan operasi minimal invasif
Saat ini penghancuran batu dengan operasi minimal invasif sudah sangat berkembang. Kemajuan metode ini banyak mengurangi tindakan operasi terbuka. Pemecahan batu dapat dilakukan dengan lithotriptor atau dengan laser dan dilakukan dengan bantuan alat endoskopi (teropong saluran kemih). Pada terapi ini kebanyakan dilakukan dengan bius spinal (bius separuh badan ke bawah, pasien dalam keadaan sadar).
– Cystoscopy Lithotripsi
Melalui saluran kencing ke dalam kandung kemih untuk memecahkan batu buli-buli, tanpa sayatan dengan menggunakan laser atau litotriptor mekanik.
– URS (Ureterorenoscopy)
Melalui saluran kencing ke dalam ureter untuk memecahkan batu ureter tanpa sayatan dengan laser atau litotriptor mekanik.
– RIRS ( Retrograde Intra Renal Surgery)
Teknik operasi minimal invasif pada batu ginjal batu ginjal, tanpa sayatan dan menggunakan Flexible URS melalui saluran kemih, batu ginjal dihancurkan dengan laser.
– PCNL (Percutaneous Nephrolithotomy)
Melalui luka pada kulit pinggang kurang lebih 1-2cm untuk memasukkan alat endoskopi langsung ke dalam ginjal untuk memecahkan sekaligus mengeluarkan batu di ginjal yang berukuran lebih dari 2 cm.
- Operasi Terbuka/ Pembedahan
Di fasilitas kesehatan yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tidakan minimal invasif dan ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melaui pembedahan terbuka. Operasi ini dilakukan untuk kasus batu yang memiliki ukuran besar dan kompleks. Pembedahan terbuka ini antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Pada operasi ini pasien dibius umum dan batu diambil setelah dilakukan insisi pada perut samping pada sisi ginjal yang akan dioperasi.
Pembentukan batu pada saluran kemih dapat dicegah dengan banyak minum air putih (+-2.5 L perhari). Dengan demikian air seni yang dihasilkan berada dalam kadar undersaturated sehingga semua kadar zat pembentuk batu dapat larut dan dikeluarkan bersama dengan urin. Selain itu juga menghindari konsumsi makanan yang banyak mengandung purin, kalsium dan oksalat. Adapun mengkonsumsi sitrat yang banyak terkandung dalam air jeruk nipis terbukti juga dapat mencegah terbentuknya batu saluran kemih. Dan yang terakhir aktivitas olahraga yang teratur juga mendukung mencegah terbentuknya batu saluran kemih.
Referensi :
- Ikatan Ahli Urologi Indonesia. 2018. Panduan Penatalaksanaan Klinis Batu Saluran Kemih.
- Purnomo, Basuki. 2009. Dasar-dasar Urologi. Edisi 2. Jakarta: CV.Sagung Seto.
- Effendi, Imam dan Markum, HMS. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
- Trinchieri A CG, et al., Epidemiology, in Stone Disease, Segura JW, Khoury S, Pak CY, Preminger GM, Tolley D. Eds. 2003, Health Publications: Paris.
- Türk C, Neisius A, Petrik A, Seitz C, Skolarikos A, Tepeler A, et al. European Association of Urology Guidelines on Urolithiasis. 2018.