In House Training Manajemen Restraint : Tata Laksana  yang Aman Menuju Zero (Cedera karena) Restraint

In House Training Manajemen Restraint : Tata Laksana yang Aman Menuju Zero (Cedera karena) Restraint

Ajibarang,- Sebagai petugas maupun penunggu atapun penjenguk pasien, seringkali kita menemui pasien yang dirawat di rumah sakit dalam keadaan  diikat di kedua tangan dan kedua kaki atau yang biasa disebut dengan restraint.  Sering kita bertanya dalam hati kenapa pasien itu diikat dan merasa kasihan atau kadang  menganggap hal tersebut tidak manusiawi “Orang sedang sakit kok malah diikat?”. Namun benarkah pengikatan itu dilakukan tanpa sebab? Pasien seperti apa yang perlu dilakukan pengikatan? Jika pasien diikat lalu bagaimana pemenuhan kebutuhan  makan dan sebagainya? Bagaimana tinjauan  secara etika dan hukum untuk tindakan ini? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini maka Instalasi Diklat dan PSDM mengadakan In House Training Manajemen Restraint yang dilaksanakan pada Sabtu, 19 Oktober 2019 dengan peserta dari keperawatan.

Dalam pengantar pelatihan yang disampaikan oleh dr Igun Winarno, SpAn, beliau menjelaskan bahwa restraint yang dilaksanakan kepada pasien dengan gaduh gelisah merupakan hal yang tidak nyaman bagi pasien. Selain itu juga sangat beresiko menimbulkan cedera dan melanggar hak asasi manusia. Secara kasat mata hal ini jelas terlihat ketika pasien dilakukan pengikatan tentu ia akan merasa sangat tidak nyaman, malu, kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan activity daily living (ADL), beresiko mengalami perlukaan pada lokasi pengikatan, bahkan bisa terjadi kematian jaringan (nekrosis) karena sirkulasi yang tidak lancar akibat pengikatan yang terlalu kencang sehingga diperlukan amputasi. Betapa berdosanya kita sebagai petugas apabila hal ini sampai terjadi. Maka dari itu setiap petugas harus memiliki pengetahuan yang memadai dalam mengidentifikasi kebutuhan restraint, melakukan tata laksana yang tepat dan monitoring serta evaluasi restraint. Terkait dengan standar yang harus dipenuhi, rumah sakit harus menetapkan regulasi (kebijakan, pedoman, panduan dan SPO) yang terkait dengan pelayanan restraint sesuai dengan Standar Akreditasi SNARS edisi 1.1 khususnya Standar PAP 3.7. Selain itu, restraint hanya boleh dilaksanakan oleh yang  petugas yang terlatih dan memiliki kompetensi untuk melaksanakan restraint, memiliki surat ijin praktek (SIPP) dan tertuang dalam Rincian Kewenangan Klinis  (RKK) yang disahkan oleh direktur.

In House Training yang diisi oleh dr Okto Prihermes, SpKJ dan Widyandi Kurniasih, S.Kep. Ns sebagai narasumber ini diikuti oleh 41 orang peserta terdiri dari Karu Katim dan perawat pelaksana. Acara ini terbagi dalam dua sesi yaitu sesi materi dan skills station dimana diperoleh beberapa poin penting yang harus dipenuhi saat kita melaksanakan restraint. Poin penting pertama yang harus diperhatikan yaitu bahwa restraint fisik hanya dilakukan untuk kepentingan keamanan dan keselamatan pasien dan petugas  agar terhindar dari cedera dan merupakan pilihan terakhir setelah metode persuasive dan restraint kimia (dengan obat-obatan) tidak berjalan efektif untuk mengatasi pasien gaduh gelisah, poin kedua bahwa restraint merupakan tindakan yang melanggar hak asasi manusia dan sangat beresiko maka informed consent kepada pasien dan keluarga wajib dilakukan, poin ketiga alat yang digunakan harus aman bagi pasien, dan yang terakhir monitoring harus dilaksanakan meliputi tanda-tanda vital, tanda-tanda cedera, pemenuhan kebutuhan ADL dan tentu saja evaluasi apakah restraint dapat dihentikan atau masih perlu dilakukan.

Sesi skills station berlangsung meriah, peserta diajak mempraktekkan cara mobilisasi dan pengikatan yang aman pada pasien gaduh gelisah. Beberapa peserta yang berperan sebagai probandus  nampak sangat menjiwai perannya sebagai pasien gaduh gelisah. Peserta yang lain berperan sebagai petugas yang memindahkan pasien ke bed sebelum dilakukan pengikatan. Dengan teknik yang benar, meskipun pasien berpostur besar relative dapat dipindahkan dengan mudah.

Di akhir acara dr Ahmad Hermanto selaku Kasi Pelayanan menutup acara dengan ucapan terima kasih kepada peserta, panitia dan nasumber yang telah mendukung sehingga IHT ini berjalan dengan lancar. Beliau berpesan agar ilmu yang diperoleh hari ini dapat disosialisasikan kepada rekan-rekan di ruangannya masing-masing.  Sebagai tindak lanjut dari IHT ini, direncanakan akan ada pemberian materi untuk tenaga non keperawatan mengingat bahwa diperlukan minimal 4 orang dalam 1 tim saat penatalaksanaan pasien gaduh gelisah sehingga dimungkinkan akan diperlukan bantuan dari tenaga non keperawatan (security, cleaning service, petugas gizi dan lain sebagainya).

Demikian tadi liputan IHT Manajemen Restraint,. Terlepas dari dilema antara melanggar hak asasi akan kebebasan dan kenyamanan pasien di satu sisi, sementara di sisi lain keamanan dan keselamatan pasien dan petugas harus tetap dijaga, maka pelaksanaan restraint yang sesuai standar dengan monitoring ketat terhadap resiko cedera  dan pemenuhan kebutuhan ADL pasien dapat tetap dilaksanakan tentu saja dengan target Zero Restraint atau minimal dengan Zero Cedera (karena) Restraint. Harapan besar semoga ilmu yang diperoleh dapat bermanfaat bagi pasien-pasien kita dan tentu saja dapat menjadi ladang ibadah sebagai bekal di hari nanti Kami dari segenap panitia mengucapkan terima kasih dan mohon maaf bila ada kekurangan dan kesalahan selama acara berlangsung.

yn

GALERI FOTO

 

Related Posts

Komentar