SOSIALISASI POKJA SKP (SASARAN KESELAMATAN PASIEN) SAAT APEL PAGI
AJIBARANG – Pada Hari Jumat, tanggal 9 Agustus 2019, Apel pagi di pimpin oleh Ibu Esti Siwi Wibowo Mukti, SH. selaku KaSie Penunjang Non Medis RSUD Ajibarang. Beliau menyampaikan amanat apel mengenai persiapan karyawan untuk melakukan kerja bakti di ruangan masing-masing dan selalu membudayakan 5 R (resik, rapi, ringkas rawat, rajin) dan untuk memarkirkan kendaraannya sesuai tempatnya. Kemudian dilanjutan dengan sosialisasi tentang keakreditasian.
Sosialisasi pada hari ini diisi oleh Pokja SKP (SASARAN KESELAMATAN PASIEN) yang disampaikan oleh Haris Usman, AMK. selaku penanggung jawab dokumen SKP. Beliau Menjelaskan bahwa Semua Karyawan Harus mengetahui 6 Sasaran Keselamatan Pasien (SKP). Sasaran Keselamatan Pasien terdiri dari Ketepatan Identifikasi Pasien, Peningkatan Komunikasi Efektif, Peningkatan Keamanan Obat atau High Alert yang harus diwaspadai, Kepastian terhadap lokasi, prosedur dan pasien operasi, Pengurangan terhadap risiko infeksi setelah menggunakan pelayanan kesehatan, Pengurangan risiko jatuh.
SKP yang pertama yaitu Ketepatan Identifikasi Pasien. Dalam melakukan identifikasi pasien yang menjadi rujukan awal adalah E-KTP Pasien karena datanya lebih valid. Caranya dengan memberikan gelang identitas pasien yang terdiri dari Nama, Tanggal lahir dan Nomer Rekam Medis
“Pasien diidentifikasi menggunakan tiga identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah atau produk darah, sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, sebelum pemberian pengobatan dan tindakan /prosedur”, tuturnya.
SKP yang ke dua yaitu Peningkatan Komunikasi Efektif. Cara ini di gunakan untuk mengembangkan pola pendekatan agar komunikasi bisa berjalan dengan efektif. Hal ini bertujuan agar komunikasi lisan terjadi dengan akurat, sehingga informasinya bisa diterapkan secara konsisten. Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis. Komunikasi yang jelek dapat membahayakan pasien. Komunikasi yang rentan terjadi kesalahan adalah saat perintah lisan atau perintah melalui telepon, komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang harus disampaikan lewat telpon. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aksen dan dialek. Pengucapan juga dapat menyulitkan penerima perintah untuk memahami perintah yang diberikan. Misalnya, nama-nama obat yang rupa dan ucapannya mirip (look alike, sound alike), seperti phenobarbital dan phentobarbital, serta lainnya.
”Dalam melakukan komunikasi dengan defektif melalui lisan maka dilakukan CABAK (catat baca konfirmasi) atas setiap komunikasi yang kita lakukan secara verbal. hal ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan yang terjadi lewat telepon baik akan konsul ke dokter atau melaporkan nilai laboratorium yang angkanya kritis” imbuhnya.
SKP yang ke tiga yaitu Peningkatan Keamanan Obat atau High Alert yang harus diwaspadai. Setiap obat jika salah penggunaannya dapat membahayakan pasien, bahkan bahayanya dapat menyebabkan kematian atau kecacatan pasien, terutama obat-obat yang perlu diwaspadai. Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko yang meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan kerugian besar pada pasien.
“Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin. Lalu obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan sama (look a like), bunyi ucapan sama (sound a like), seperti Xanax dan Zantac atau hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga nama obat rupa ucapan mirip (NORUM); lalu elektrolit konsentra.” Terangnya.
SKP yang ke empat yaitu Kepastian terhadap lokasi, prosedur dan pasien operasi. Kepastian ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan dalam pembedahan. Sebelum dilakukan operasi maka dilakukan siste marking daerah operasi dan pastikan prosedur yang akan dilakukan serta ketepatan dalam pasien yang akan dioperasi.
SKP yang ke lima yaitu Pengurangan terhadap risiko infeksi. Pengurangan resiko infeksi ini dilakukan dengan bekerja sama dengan PPI yaitu membudayakan cuci tangan 5 momen dan 6 langkah cuci tangan.
SKP yang ke enam yaitu Pengurangan risiko jatuh. Dalam pengurangan resiko jatuh kita gunakan standat morse scale untuk dewasa dan di atas 60 th menggunakan skala Ontario, sedangkan pada anak menggunakan humpy dumpty. Pada pasien rawat jalan menggunakan get up and go yaitu diberikan pita kuning pada lengan pasien yang mengalami gangguan dalam mobilisasi. Sedangkan yang di rawat inap menggunakan gelang kuning dan atau segitiga jatuh warna kuning atau segitiga jatuh warna merah.
”Untuk jatuh sedang hanya dipasangi segitiga jatuh warna kuning sedangkan untuk jatuh tinggi mengunakan gelang kuning dan dipasangi segitiga jatuh warna merah yan dipasangkan pada side rail bed tempat tidur pasien.” Pungkasnya yang juga sekretaris TIM KPPRS.
Diakhir sosialisasinya, ia berpesan semoga yang disampaikan dapat bermanfaat untuk kita semua dan kita dapat memberikan pelayanan yang berprinsip pad sasaran keselamatan pasien dengan paripurna. (hrs/gude)