EARLY WARNING SYSTEM DI RUMAH SAKIT

EARLY WARNING SYSTEM DI RUMAH SAKIT

Oleh: dr. Igun Winarno, SpAn /Instalasi Diklat dan PSDM/Anestesiologi dan Terapi Intensif/Code Blue RSUD Ajibarang

PENDAHULUAN

Seiring berjalannya Akreditasi Rumah Sakit oleh KARS telah membawa pola pemikiran untuk penanganan pasien henti jantung maupun nafas dengan baik. Hal ini dikarenakan dituntut adanya sebuah tim reaksi cepat dalam menangani kejadian seperti ini, tim ini biasanya dinamakan “Tim Code Blue”.

Tim Code Blue lebih banyak akan menangani pasien setelah kejadian henti jantung, dengan mengedepankan reaksi cepat dan melakukan resusitasi jantung paru dengan kualitas tinggi kurang dari 5 menit setelah code blue diaktifkan. Sebuah prinsip lebih baik mencegah dari pada mengobati layak untuk diperhitungkan dalam pengelolaan pasien henti jantung maupun henti nafas, hal ini disebabkan pasien mengalami henti jantung sebenarnya tidak tiba-tiba tetapi ada sebuah proses yang telah mendahuluinya dan penderita ataupun kita lalai atau justru tidak memahaminya sebagai tanda awal terjadinya henti jantung.

Tindakan pencegahan untuk terjadinya henti jantung di rumah sakit sebenarnya telah dikembangkan pertama kali sejak tahun 1997 oleh tim di Rumah Sakit James Paget, Norfolk, Inggris, dan dipresentasikan pada konferensi Mei 1997 dari Intensive Care Society dengan diterbitkannya sebuah skoring Early Warning System (EWS). ­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­(1,2)­­­­­­­­­­­­­­

SNARS edisi satu dalam salah satu elemen penilaian juga menuntut adanya sistem EWS di sebuah rumah sakit. Manfaat berjalannya Sistem EWS di rumah sakit dapat mencegah 50% pasien untuk tidak terjadi cardiac arrest atau aktifasi code blue. Tindakan code blue dengan respon yang cepat dan high quality CPR akan memberikan harapan hidup / ROSC (return of spontaneus circulation)

Terjaminnya kualitas mutu pelayanan dalam pengelolaan pasien kritis maupun pasien yang mengalami perburukan sampai henti jantung tidak terlepas dari kualitas SDM (Sumber Daya Manusia), sarana prasarana yang tersedia maupun proses evaluasi dan monitoring dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu perangkat hukum dan administrasi harus segera dipenuhi, peningkatan kualitas SDM dengan pelatihan harus dilakukan, pemenuhan alat peraga pelatihan dengan kolaborasi diklat, pemenuhan alat dan obat emergency, serta evaluasi dengan para PIC (Person in Charge) dalam komite mutu untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. EWS juga tidak hanya dilakukan kepada pasien biasa, tetapi juga mencakup pada populasi khusus, misalnya anak-anak atau pasien dengan kehamilan.

PENILAIAN EARLY WARNING SYSTEM

Skoring EWS merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk menilai kondisi fisiologis pasien yang meliputi tanda vital dan kesadaran secara langsung kepada pasien sehingga akan diketahui perkembangan perburukan pasien lebih awal termasuk pasien sepsis untuk dilakukan intervensi penanganan secepatnya maupun sebuah keputusan untuk memindahkan pasien ke ICU.

Pada tahun 1997, Morgan, William dan Wright dari Rumah Sakit James Paget, Norfolk Inggris adalah orang-orang yang pertama mengembangkan dan mempublikasikan EWS dengan menggunakan lima parameter fisiologis tubuh yaitu denyut jantung, tekanan darah sistolik, laju pernafasan, suhu dan tingkat kesadaran. Setiap parameter memiliki rentang penilaian antara 0, sebagai titik tengan dan 1-3 untuk sekor batas atas dan bawah.

Penilaian EWS ini terus berkembang di dunia terutama di Inggris, lima parameter yang telah dimunculkan ternyata dianggap kurang mencukupi sehingga ada beberapa studi yang menambahkan dengan saturasi oksigen dan produksi urin sebagai parameter. Keragaman ini mengakibatkan kurang konsistensinya dalam penilaian di masing-masing rumah sakit terhadap perburukan atau kerusakan klinis pasien. Oleh karena itu dibentuklah standar nasional yang digunakan untuk menilai pasien yaitu NEWS (National Early Warning System). NEWS ini mulai dilaksanakan pada tahun 2012 di Inggris yang meliputi penilaian parameter laju pernafasan, saturasi oksigen, suplementasi oksigen, suhu / temperatur, tekanan darah sistolik, denyut jantung dan tingkat kesadaran. Pada Desember 2017 NEWS mengalami perubahan pembaharuan menjadi NEWS 2.

Penilaian skor peringatan dini (EWS) ini juga mengedapankan SDM PPA (Profesional Pemberi Asuhan) untuk melakukan pencatan, penilaian dan respon atau menanggapi perubahan parameter fisiologis klinis secara rutin kepada pasien. Kata kunci yang dibutuhkan adalah (a) deteksi dini (b) ketepatan waktu (c) kompetensi klinis, sehingga tujuan EWS akan tercapai. Penggunaan skor penilaian ini diharapkan akan memberikan pemahaman yang sama dari masing-masing individu profesional pemberi asuhan (PPA) dalam memahami dan menilai pasien, jadi tidak menimbulkan persepsi yang berbeda-beda.

KONSEP HENTI JANTUNG

Henti jantung adalah faktor utama penyebab kematian, oleh karena itu kita harus mengetahui berbagai kondisi yang mengakibatkan henti jantung terjadi. Sangat jarang sekali henti jantung terjadi secara tiba-tiba tetapi biasanya sudah adanya tanda “triger” didalam tubuh yang kita abaikan. Henti jantung sendiri didefinisikan sebagai kondisi hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba yang berasal dari jantung atau tidak. Hilangnya fungsi jantung yang bukan berasal dari jantung biasanya disebabkan oleh kegagalan fungsi organ lain yang akan memperberat fungsi jantung dalam menghantarkan oksigen untuk metabolisme sel.

Delivery Oxygen

Fungsi jantung adalah untuk menghantarkan oksigen (delivery oxygen) dalam sistem sirkulasi ke seluruh tubuh sebagai modal sel dalam melakukan metabolisme dan menghantarkan kembali sisa-sisa metabolisme sel untuk di keluarkan. Penghantaran oksigen ke seluruh tubuh ini sendiri dipengaruhi oleh fungsi jantung, fungsi paru maupun hemoglobin. Hal ini dapat dirumuskan delivery oksigen sebagai:

Prinsip hemodinamik tubuh harus terjaga keseimbangan dengan baik, yaitu oksigen yang digunakan (Oxygen comcumtion) harus seimbang dengan oksigen yang dihantarkan (delivery oxygen). DO2 lebih banyak berperan sebagai penyeimbang untuk memenuhi kebutuhan oksigen metabolisme jaringan. Apabila terjadi gangguan dari salah satu unsur delivery oxygen diatas maka akan terjadi perubahan juga pada indikator lainnya sebagai kompensasi untuk memastikan bahwa delivery oxygen (penghantaran oksigen) keseluruh tubuh tetap terjaga dengan baik memenuhi kebutuhan jaringan. Tetapi kemampuan kompensasi ini ada batasnya, apabila telah melewati batas kemampuan atau gagal organ maka akan berpotensi berhentinya fungsi jantung. Oleh karena itu para PPA dalam pengelolaan pasien harus memahami betul kondisi-kondisi yang mungkin mengakibatkan berhentinya fungsi jantung.

Teory of Everything

Teori ini menerangkan tentang sebab-sebab yang menjadikan faktor terjadinya henti jantung, sehingga bila kita benar-benar memahami teori ini akan menurunkan angka henti jantung. Sebelumnya telah dijelaskan mengenai keseimbangan antara penggunaan dan pengiriman oksigen ke jaringan (delivery oxygen dan oxygen consumption) sangatlah menentukan terjadinya henti jantung. Menurut theory of everything kejadian henti jantung dipengaruhi oleh faktor sirkulasi, dysritmia, respiratory dan neurologis.

Sirkulasi bisa disebabkan (a) hemorhagic, misalnya prosesur bedah, keganasan, antikoagulopaty, perdarahan saluran cerna, (b) sepsis misalnya infeksi, immunocompromised, geriatri dll, (c) tamponade/tension pneumothorax: trauma, penggunaan ventilator / barotrauma, COPD, (d) Cardiac Heart Faillure /CHF, (e) Emboli Paru: keganasan, immobillisasi, kegemukan.

Dysritmia banyak karena ventrikel takikardi yang bisa disebabkan oleh ACS (Acute coronary syndrome), coronary artery disesase, atrial fibrilasi maupun lainnya, hal ini bisa berlanjut menjadi ventrikel fibrilasi. Vagal bloc juga akan menyebabkan terjadinya henti jantung.

Respirasi yaitu kondisi yang banyak disebabkan oleh faktor dari fisiologi pernafasan. Kondisi ini bisa ditemui dalam beberapa hal, diantaranya (a) sumbatan jalan nafas/obstruksi : obstrucsi sleep apneu (OSA) pada orang kegemukan, lidah jatuh, tumor mulut, sedasi atau narkotik, setelah dilakukan prosedur, asma berat, riak/cairan di mulut yang banyak hal ini biasanya ditandai dengan suara ngorok “snoring” pada sumbatan parsial dan bila sumbatan total malah tidak akan terdengar suara dan pasien tidak akan bisa berbicara, (b) ARDS / ALI (acute respiratory syndrome / acute lung injury), (c) kelainan pada paru / penyakit paru : asma, COPD/PPOK, pneumonia, edema paru,atelektasis, dll, (d) RSI (rapid squence intubation/induction), intubasi pemasangan ETT yang dilakukan secara cepat, (d) tracheostomi.

Neurologic, pada faktor ini bisa disebabkan (a) Trauma susunan saraf pusat, TBI (traumatic Brain Injury), post craniotomy, kecelakaan lalu lintas, (b) CVA (cerebrovascular incident), vascolopathy (c) faktor lainnya karena kenaikan tekanan intra kranial, tumor otak

Parameter Fisiologi dalam National Early Warning System (NEWS).

Perlu diingat bahwa secara fisiologi faktor paramater dalam penilaian NEWS ini akan memberikan dampak kompensasi tubuh bila terjadi sesuatu hal, sehingga bisa dirunut apa yang sekiranya menyebabkan untuk dilakukan evaluasi dan diteruskan dengan intervensi, perlu juga diingat bahwa tanpa mengetahui faktor penyebab dan kita secara cepat memotong kompensasi fisiologis yang terjadi bisa membahayakan tubuh penderita.

Urutan pencatatan parameter fisiologis pada NEWS 2 sedikit banyak mencerminkan bagan urutan ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) yang digunakan untuk menilai pasien yang sakit akut. Berikut kami uraikan parameter fisiologi dalam penilaian NEWS 2:

Laju pernafasan

Pernafasan manusia adalah proses alamiah yang terjadi pada kondisi normal, dia akan mempunyai efek kompensasi meningkat pada kondisi beberapa hal diantaranya ketakutan, nyeri, stres, kondisi hypercapneu, asidosis metabolik, gangguan sistem saraf pusat. Bila sudah dalam taraf lanjut maka akan diikuti penurunan laju pernafasan dan kemudian terjadinya henti jantung.

Saturasi oksigen

Pengukuran saturasi oksigen non-invasif dengan pulse oximetry adalah secara rutin digunakan dalam penilaian klinis akut, tetapi pada saat NEWS dikembangkan itu tidak sering dimasukkan ke dalam sistem EWS. Sebagai pengukuran rutin saturasi oksigen telah menjadi lebih umum, itu dianggap sebagai parameter penting untuk dimasukkan dalam monitoring. Saturasi oksigen adalah alat yang kuat untuk penilaian terpadu fungsi paru dan jantung. Teknologi yang dibutuhkan untuk pengukuran saturasi oksigen, yaitu pulsa oximetry, sekarang tersedia secara luas, portabel dan murah. The NEWS Development Group merekomendasikan bahwa saturasi oksigen yang diukur dengan pulse oximetry harus menjadi bagian rutin dari penilaian berat tidaknya penyakit akut. Kita harus mengerti manakala saturasi oksigen dalam kondisi turun kurang dari 95 % dan jauh lebih hati-hati manakala telah sampai kurang dari 92 %. Hal ini ada berbagai kemungkinan, diantaranya kegagalan sistem sirkulasi dan distribusi dari fungsi hemodinamik atau kegagalan proses ventilasi dan diffusi yang terjadi didalam paru-paru. Pada taraf penurunan sudah mencapai dibawah 92% biasanya akan semakin menurun dengan cepat dan akan membutuhkan waktu lama untuk mengembalikan ke kondisi semula.

Suplemen Oksigen

Perlu diingat bahwa pada orang yang telah membutuhkan suplemen oksigen, berati dia sudah dalam kondisi memerlukan perhatian atau pengawasan bukan pasien seperti pada umumnya. Pemberian suplemen oksigen ini bertujuan untuk meningkatkan saturasi oksigen, sehingga dianggap distribusi kebutuhan oksigen untuk metabolisme di perifer mencukupi, walaupun faktor lain stabilnya hemodinamik juga mempengaruhi hal ini. Hati-hati pada pasien yang sudah terbiasa dengan fungsi pernafasan dalam kondisi hiperkapni misalnya COPD / PPOK, menjaga kisaran saturasi oksigen dalam interval 88-92% lebih bijak, hal ini dikarenakan mereka sudah terbiasa dalam kondisi hiperkapneu. Bila diterapi dengan oksigen tinggi dalam kondisi normokapneu maka ada kemungkinan akan terjadi gagal nafas atau apneu pada pasien ini.

Meskipun COPD adalah penyebab paling umum yang menyebabkan gagal nafas, ada beberapa hal yang juga menyebabkan kondisi hiperkapneu misalnya: obesitas morbid, deformitas dinding dada atau gangguan neuromuskuler. Untuk semua pasien ini, awal target pada kisaran saturasi oksigen 88-92%, disarankan menunggu ketersediaan analisa gas darah (AGD) dengan kanul 24 % atau masker venturi 28 %. Untuk pasien lain yang kondisi normal bisa menggunakan target saturasi antara 96-100 %.

Tekanan darah sistolik

Tekanan darah sistolik yang tinggi merupakan salah satu faktor yang mungkin akan memunculkan kelainan kardiovaskuler, baik serangan jantung mendadak, stroke maupun kondisi akut lainnya. Tetapi tidak kalah pentingnya menilai perburukan atau penurunan tekanan darah sistolik juga merupakan salah satu tanda perburukan suatu penyakit. Hipotensi mungkin menunjukkan suatu keadaan perburukan pada kekurangan cairan, gangguan pengisian jantung, sepsis, gangguan pompa jantung, gangguan irama jantung, depresi SSP (Susunan Saraf Pusat), hipoadreanlisme, penggunaan obat-obatan, syok anafilaktik. Oleh karena itu bila mendapati orang dengan tensi sitolik < 100 mmHg, perlu mendapatkan perhatian sampai dipastikan semua parameter fisiologis dalam kondisi normal. Sedangkan orang yang mempunyai tekanan sistolik > 200 mmHg perlu dinilai faktor psikologis apakah terdapat faktor kesakitan, takut, stres atau memang mempunyai riwayat penyakit darah tinggi. Bila memang riwayat darah tinggi juga memerlukan perhatian efek komplikasi organik pada organ yang berhubungan dengan sistem kardiovaskuler.

Tekanan darah diastolik tidak menjadikan penilaian khusus dalam NEWS tetapi perlu mendapat perhatian bila terjadi peningkatan yang tiba-tiba.

Herat rate atau denyut jantung

Heart rate atau denyut nadi mempunyai arti klinis yang penting, hal ini dikarenakan sering memberikan gambaran kompensasi yang dilakukan oleh jantung dalam menjaga hemodinamik. Nadi yang meningkat (takikardi) sering disebabkan karena faktor nyeri, takut, stres, kekurangan cairan, penurunan tekanan darah, demam, sepsis, maupun kekurangan cairan. Keadaan lainnya bisa karena aritmia, gangguan metabolik, hipertiroid, intoksikasi obat simpatomimetik, antikholinergik narkoba. Kondisi naiknya denyut nadi perlu mendapatkan perhatian dikarenakan akan membutuhkan oksigen yang besar untuk jantung, bila hal ini tidak terpenuhi bisa mengakibatkan terhentinya fungsi jantung. Kondisi menurunnya denyut nadi (Bradikardi) juga merupakan indikator yang penting, hal ini bisa diakibatkan fungsi kompensasi yang melemah maka akan diikuti penurunan denyut jantung, bila hal ini tidak mendapatkan perhatian atau intervensi maka bisa akan dikuti dengan berhentinya fungsi jantung. Bradikardi juga bisa disebabkan karena faktor obat (beta blocker), neostigmin, maupun obat sedasi yang terlalu dalam, hipotermi, depresi SSP, hipotiroidisme ataupun blokade jantung.

Suhu Tubuh

Temperatur mempunyai peranan yang penting dalam menilai kondisi orang, baik dia dalam kondisi pireksia / hipertermi maupun hipotermi. Bisa disebabkan oleh faktor infeksi atau sepsis bisa juga karena faktor kekuragan cairan pada pasien.

Tingkat kesadaran ACVPU

Perubahan tingkat kesadaran merupakan indikator penting untuk menentukan keparahan penyakit akut. Dahulu dengan melihat AVPU (Awarness, Verbal respon, Pain respon dan Un respon). Kondisi ini perlu dicatat bagaimana respon yang diberikan pasien kepada kita, apakah sadar penuh, dia akan respon dengan panggilan yang keras, dengan rangsang nyeri yang kuat atau justru tidak memberikan respon sama sekali dalam berbagai rangsangan. Pada penilain menggunakan GCS juga bisa menjadikan indikator orang yang terjadi delirium atau bingung (skor < 5 untuk verbal respon) tingkat kesadarannya secara tiba-tiba, kondisi ini memerlukan perhatian yang lebih, karena dalam penilaian NEWS 2 akan berada dalam skor 3 (merah). Oleh karena itu tingkat kebingungan / delirium yang baru muncul dimasukan menjadi indikator penilaian, sekarang menjadi ACVPU (new onset Confusion).

Awarness: Pasien yang benar-benar terjaga. Pasien seperti itu akan mengalami pembukaan mata secara spontan, akan merespons suara dan akan memiliki fungsi motorik. Sebelumnya, seorang pasien dapat dianggap sadar penuh bahkan jika disorientasi atau bingung. Ini tidak lagi dianggap tepat karena perubahan akut dalam mentas atau baru mengalami kebingungan sekarang mendapat nilai lebih tinggi (3 poin NEWS) pada grafik NEWS 2, karena ini dapat menjadi indikasi serius risiko kerusakan klinis, terutama pada pasien dengan sepsis.

New Confusion atau Disorientasi / Kebingungan yang baru muncul: Seorang pasien mungkin waspada tetapi bingung atau disorientasi. Tidak selalu memungkinkan untuk melakukannya tentukan apakah kebingungan itu 'baru' ketika seorang pasien mengalami sakit akut. Presentasi seperti itu seharusnya selalu dianggap 'baru' hingga dikonfirmasi sebagai sebaliknya. Kebuntuan baru atau perburukan yang semakin memburuk, delirium atau mentor lainnya yang berubah harus selalu menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan serius penyebab yang mendasari dan menjamin evaluasi klinis yang mendesak.

Verbal / Suara: Pasien membuat semacam respon ketika Anda berbicara dengan mereka, yang bisa di salah satu dari tiga ukuran komponen yaitu mata, suara atau motorik, misalnya mata pasien terbuka ketika ditanya 'Apakah Anda baik-baik saja?'. Itu respons bisa sesedikit gerutuan, rintihan, atau sedikit gerakan anggota badan ketika diminta oleh suara.

Pain / Nyeri: Pasien membuat respons terhadap stimulus rasa sakit. Seorang pasien yang tidak sadar dan tidak menanggapi respon suara (maka untuk menilai harus dengan rangsang nyeri) kemungkinan akan menunjukkan hanya penarikan dari nyeri, atau bahkan fleksi atau perpanjangan ekstremitas dari stimulus nyeri. Orang melakukan penilaian harus selalu berhati-hati dan terlatih dalam memberikan respon nyeri untuk menilai kesadaran.

Un respon / Tidak responsif: Ini juga sering disebut sebagai kondisi pasien 'tidak sadar'. Hasil ini dicatat jika pasien tidak memberikan respon mata, suara atau motorik terhadap suara atau rasa sakit.

Langkah-langkah penggunaan NEWS 2

NEWS 2 adalah versi terbaru yang dipublikasikan tahun 2017, pertama kali dipublikasikan skor NEWS di tahun 2012.

Penilaian skor NEWS 2 seperti telah dibicarakan di atas didasarkan kepada parameter fisiologi tuhuh, hal ini dimulai ketika pasien datang atau saat dilakukan monitoring pasien. Enam parameter fisiologis tersebut adalah:

  1. Tingkat respirasi / pernafasan
  2. Saturasi oksigen
  3. Tekanan darah sistolik
  4. Denyut nadi
  5. Tingkat kesadaran atau disorientasi baru
  6. Suhu 

Pasien dilakukan pemeriksaan saat pertama kali datang atau saat monitoring pasien sesuai indikator parameter fisiologis, hasil kemudian di masukan dalam tabel sesuai keadaan yang didapat, pada orang yang menggunakan oksigen disesuaikan dengan apakah dia termasuk skala 1 atau skala 2.

Untuk penilaian kesadaran yang sebelumnya normal tiba-tiba terjadi perubahan dalam menanggapi pertanyaan dengan koheren (nyambung), tidak bingung atau disorientasi. Kondisi ini akan mendapatkan skor 3 sebanding dengan penilaian GCS yang mendapatkan skor 4 bukan 5 dalam respon verbal.

Penilaian dengan skor yang didapatkan dari masing-masing indikator dikumpulkan menjadi satu kemudian ditotal untuk menuntun ke respon atau intervensi yang sesuai. Bila dalam penilaian didapatkan skor 3 pada salah satu indikator parameter fisiologis, maka penderita diperlakukan dalam kategori merah.

Lembar Observasi berdasarkan NEWS 2

Kompetensi klinis responden ke NEWS

Menentukan skor NEWS 2 harus menghasilkan persepsi yang sama antara petugas satu dengan yang lainnya, sehingga yang boleh melakukan penilaian NEWS 2 adalah petugas yang sudah mengikuti pelatihan. Oleh karena itu setiap rumah sakit mempunyai kewajiban untuk membuat sebuah pelatihan didalam rumah sakit atau memberangkatkan tenaganya untuk memahami tentang NEWS dalam memberikan penilaian. Ketentuan dan perencanaan yang harus dilakukan:

  • Semua petugas kesehatan yang merekam data atau menilai skor NEWS 2 harus dilatih dalam penggunaannya.
  • Semua staf yang menggunakan NEWS 2 harus memahami pentingnya skor berkaitan dengan respon untuk menanggapi tanda dari NEWS dan sifat dari respons klinis yang diperlukan.
  • Pasien dengan skor NEWS sedang (5-6), petugas yang merespon harus memiliki kompetensi klinis yang ditetapkan, dalam penilaian dan penanganan pasien kritis akut.
  • Pasien dengan skor NEWS 2 total 7 atau lebih harus mendapatkan respon DPJP minimal spesialis yang mempunyai keterampilan perawatan kritis, termasuk manajemen saluran napas.
  • Harus ada kesepakan atau standar prosedur operasional berkaitan respon waktu terhadap laporan pasien kritis dimana respon ini harus bisa sampai mengesampingkan tugas-tugas lainnya.
  • Hasil skoring NEWS harus tercatat dengan baik secara berkelanjutan walaupun pasien dilakukan perawatan lanjutan di ICU dengan monitoring invasif maupun non invasif
  • Dalam keadaan ini untuk memastikan data lengkap perlu monitoring secara terus menerus dengaan meminimalkan data terlewat, misalnya untuk skor NEWS 2 dengan total 5 atau lebih bisa dilakukan setiap jam.
  • Pada pasien skor NEWS 7 atau lebih dokter penanggungjawab pelayanan harus mempertimbangkan segala kemungkinan termasuk CPR (Cardiopulmonry resucitation ataupun penggunaan ventilasi mekanik (ventilator).

Penggunaan skor NEWS 2 harus benar-benar dilakukan oleh petugas yang telah mengikuti pelatihan dalam pengisisn NEWS dan proses kredensialing akan hal ini perlu untuk dilakukan. Instalasi Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) di masing-masing rumah sakit harus memprogramkan kegiatan ini dan hal ini bisa dijadikan standar pelayanan minimal (SPM) sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di sebuah rumah sakit

Kepustakaan:

  1. Wright MM, Morgan RJ, Williams F (1997). "An early warning scoring system for detecting developing critical illness". Clin Intensive Care. 8: 100. doi:10.3109/tcic.8.2.93.110.
  2. Inada-Kim, Matt; Nsutebu, Emmanuel (20 March 2018). "NEWS 2: an opportunity to standardise the management of deterioration and sepsis". BMJ: k1260. doi:10.1136/bmj.k 1260. PMID 29559439.
  3. Jenifer J, Michaels J, Sue J (2014). “Monitoring Vital Signs: Development of a Modified Early Warning Scoring (Mews) System for General Wards in a Developing Country” PLoS One. 2014; 9(1): e87073. Published online 2014 Jan 24. doi: 1371/journal.pone.0087073
  4. Royal College of Physicians (2017). “National Early Warning Score (NEWS) 2: Standardising the assessment of acute-illness severity in the NHS”. Updated report of a working party. London: RCP, 2017.
  5. Marino PL. (2014). “The ICU Book 4th” Lippincott William&Wilkins.

 

Untukmu Ya Allah

Engkaulah yang maha besar, maha berkehendak dan maha berilmu, aku ucapkan terima kasih atas ridho Mu, selama mengikuti pelatihan di Palembang, menunggu pesawat di bandara dan menunggu kereta di stasiun Gambir sambil menikmati secangkir kopi yang entah sudah gelas keberapa, Laptopku ini selalu menemaniku mencoba menyusun ilmu Mu ya Allah, agar mudah dibaca, dimengerti di pahami sehingga akan mengurangi tersiksanya orang yang yang sakit saat dilakukan high qulity CPR.

Aku berharap kepada Mu ya Allah, semoga sepenggal ilmu tentang Early Warning System ini mempunyai manfaat sesuai tujuannya. Aamiin.

Salam dari hamba yang selalu merindukan sujud dengan khusu pada MU

dr. Igun Winarno, SpAn

Catatan : tulisan ini telah aku upload sebeleumnya di : igunwinarno.blogspot.com

Related Posts

Komentar