TETANUS DAN ICU

TETANUS DAN ICU

EASY BRO!

Oleh : Yuniar Dwi Martanti, S.Kep., Ns

Tetanus merupakan salah satu penyakit yang memerlukan penatalaksanaan Intensive Care Unit (ICU) dan memiliki angka kematian yang relative tinggi. Menurut Jaya & Aditya, 2018 di negara berkembang, mortalitas tetanus melebihi 50% dengan perkiraan jumlah kematian 800.000 – 1.000.000 pertahun. Sebagian besar pasien yang menderita tetanus merupakan laki-laki dengan riwayat imunisasi yang kurang serta buruknya proses perawatan luka (Teny, Maritim & Bhatt, 2022). Adapun tetanus pada neonatal dimana bakteri masuk melalui umbilicus bayi dari ibu yang tidak mendapatkan imunisasi tetanus toxoid saat hamil memiliki angka kematian tertinggi (Karnad&Gupta, 2021)

Tetanus disebabkan oleh neurotoksin yang dilepaskan oleh Clostridium tetani yang merupakan bakteri anaerob. Masa inkubasi selama 3 – 21 hari dan dapat lebih singkat pada tetanus neonatal yaitu sekitar 5 – hari (Thwaites, 2022). Pada 80%−90% penderita, gejala muncul 1–2 minggu setelah terinfeksi.  Selang waktu sejak munculnya gejala pertama sampai terjadinya spasme pertama disebut periode onset. Periode onset maupun periode inkubasi secara signifkan menentukan prognosis. Makin singkat (periode onset < 48 jam dan inkubasi < 7 hari) menunjukkan semakin berat penyakitnya (Jaya & Aditya, 2018).

Clostridium tetani menghasilkan tetanospasmin yang akan menyebar secara sistemik sampai di susunan saraf pusat dan akan menimbulkan gejala khas yang meliputi kaku rahang (trismus), kejang, kaku otot, dan distress pernafasan. Kesulitan menelan pada pasien tetanus menyebabkan kurangnya intake nutrisi pada pasien tetanus. Stimulasi eksternal, termasuk paparan sinar terang yang tiba-tiba, dapat memicu kejang otot skeletal umum dan dapat menyebabkan ventilasi tidak adekuat sehingga dapat menyebabkan kematian. Gangguan pada saraf otonom akan menyebabkan terjadinya hipertensi dan takikardia yang tidak stabil. Gejala lain yang biasanya muncul yaitu hyperpyrexia (demam), hipersalivasi, peningkatan secret di bronchus, berkeringat, penurunan fungsi bowel dan renal, serta meningkatnya refleks vagal yang dapat menyebabkan henti jantung secara tiba-tiba. Komplikasi ini dapat diturunkan dengan perawatan yang optimal di ruang Intensive Care Unit (Tjung & Aryabiantara, 2021).

Ada tiga sasaran penatalaksanaan tetanus, yakni: (1) membuang sumber tetanospasmin; yaitu dengan pemberian metronidazole secara IV sebagai antibiotic lini pertama, dengan dosis inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan dosis 30 mg/ kgBB/ hari setiap 6 jam selama 7−10 hari. Metronidazol efektif mengurangi jumlah kuman C. tetani bentuk vegetatif. Lini kedua dapat diberikan prokain penisilin 50.000−100.000 U/ kgBB/hari selama 7−10 hari, jika hipersensitif terhadap penisilin dapat diberi tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari; (2) menetralisasi toksin yang tidak terikat; Antitoksin harus diberikan untuk menetralkan toksin-toksin yang belum berikatan. Setelah evaluasi awal, human tetanus immunoglobulin (HTIG) segera diinjeksikan intramuskular dengan dosis total 3.000−10.000 unit, dibagi tiga dosis yang sama dan diinjeksikan di tiga tempat berbeda; (3) memberikan perawatan penunjang (suportif) sampai tetanospasmin yang berikatan dengan jaringan telah habis dimetabolisme, pasien yang dicurigai tetanus sebaiknya dilakukan perawatan di ICU untuk observasi berkelanjutan.

Perawatan suportif untuk pasien tetanus memerlukan waktu yang relative Panjang yaitu sekitar 4 – 6 minggu. Semua pasien yang dicurigai tetanus sebaiknya ditangani di ICU agar bisa diobservasi secara berkelanjutan. Perawatan yang diberikan meliputi :

  1. Pengurangan stimulasi eksternal, yaitu dengan isolasi di ruang gelap dan tenang
  2. Pencegahan pneumonia aspirasi dengan memposisikan pasien semi fowler
  3. Pemberian cairan intravena dan nutrisi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan pasien
  4. Sedasi untuk mengatasi spasme otot, dapat dilakukan dengan pemberian benzodiazepine dosis besar, morphine, dan atau chlorpromazine, magnesium sulfat, atracurium
  5. Airway manajement dengan suctioning dan pemakaian ventilator invasive. Pemakaian ventilator pada pasien akan beresiko terjadinya VAP (Ventilator Assosiated Pneumonia) sehingga pelaksanaan VAP bundle perlu diperhatikan. Dan pada umumnya pemakaian ventilator pada pasien tetanus berlangsung lama (lebih dari 2 minggu) maka perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan tracheostomy
  6. Pemenuhan personal hygiene
  7. Perawatan luka dengan teknik aseptic serta debridement jika diperlukan

Keberhasilan dalam memberikan terapi suportif kepada pasien-pasien tetanus akan menentukan luaran dari penyakit ini, di samping ditentukan pula oleh seberapa beratnya perjalanan penyakit. Namun, proses perawatan pasien tetanus di ICU yang relative panjang kadang memiliki kendala terkait dengan latar belakang pasien dan keluarga. Lama rawat yang panjang dengan biaya tinggi akan berpotensi overcost dan beresiko menimbulkan kerugian bagi rumah sakit. Tingkat pengetahuan yang rendah, factor sosial ekonomi dan tingkat kecemasan yang tinggi merupakan beberapa kendala dalam proses perawatan. Kurangnya pengetahuan menyebabkan seringkali pasien datang dalam kondisi yang sudah berat sehingga prognosis menjadi lebih buruk serta terhambatnya dalam proses pengambilan keputusan saat diperlukan tindakan medis. Tingkat kecemasan yang tinggi pada keluarga biasanya disebabkan karena melihat kondisi pasien terpasang berbagai peralatan, keluarga tidak boleh menunggu di samping pasien, pasien seolah-olah tidak ada perkembangan, dan berbagai alasan sosial dan ekonomi (tidak ada yang menunggu, keluarga harus bekerja untuk mencari nafkah dan sebagainya) menjadi alasan bagi keluarga untuk menghentikan perawatan dan memutuskan untuk pulang paksa. Hal ini tentu saja merupakan tantangan tersendiri bagi petugas untuk melakukan edukasi secara jelas dengan bahasa yang mudah dipahami serta pemberian informasi secara rutin dan meningkatkan keterlibatan keluarga dalam proses perawatan.

Tetanus memerlukan penanganan yang cepat dan tepat untuk mengatasi komplikasi yang mematikan. Namun yang lebih penting yaitu bahwa tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi secara lengkap dan booster sesuai jadwal. Selain itu penanganan dan perawatan Ketika terjadi luka serta senantiasa menjaga kebersihan luka juga merupakan factor penting untuk mencegah paparan bakteri tetanus. Oleh karena itu perlu adanya kerjasama berbagai pihak dalam melakukan edukasi dan promosi kesehatan mengenai pencegahan tetanus. Karena bagaimanapun, mencegah lebih baik daripada mengobati.

Salam sehat…

 

 

Daftar Pustaka

 

Abubakar, Ballah, Jacob Dunga, Yusuf B. Jibrin et al. 2022. ICU Management of Tetanus. Diakses https://www.intechopen.com/chapters/81828 tanggal 10 Maret 2024

Jaya, Hendra L., & Ricky Aditya. 2018. Pengelolaan Pasien Tetanus di Intensive Care Unit.  Majalah Anestesia & Critical Care vol 36 No 3 (2018). Diakses di https://macc.perdatin.org/index.php/my-journal/article/view/120 pada 10 Maret 2024

Karnad, R Dillip & Vishal Gupta. 2021. Intensive Care Management of Severe Tetanus. Indian Journal of Crirical Care Medicine diakses melalui National Library of Medicine https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8327798/ pada tanggal 9 Maret 2024

Teny, Ruot G., Marybeth C. Maritim, Kirna M. Bhatt. 2022. Morbidity and Mortality of Tetanus at Kenyatta National Hospital : a ten-year case audit. South Sudan Medical Journal. Diakses di website http://www.southsudanmedicaljournal.com/archive/november-2022/morbidity-and-mortality-of-tetanus-at-kenyatta-national-hospital-a-ten-year-case-audit.html pada tanggal 10 Maret 2024

Thaites, Louise. 2022. Tetanus. Diakses di website https://www.uptodate.com/contents/tetanus/print tanggal 11 Maret 2024

Related Posts

Komentar